“Bim..malam minggu nih loe ada planning kemana..?” Tanya Johan.
“biasa dong gue mau jalan sama cewek baru gue..” jawabnya dengan penuh
percaya diri
“Loe ga bosen-bosen yeah ganti-ganti cewek, kasian toh cewek yang loe
putusin pada sakit hati semua.” Ucapku
“Emang gue pikirin, toh bukan salah gue seratus persen, mereka juga tau
kalau gue suka ganti-ganti pacar tiap minggu kenapa juga mereka mau di ajak gue
kencan, lagian gue juga ga pernah maksa-maksa mereka..lagian kasian kan jika di
tolak, gue kan pantang kalau lihat cewek menangis karena di tolak..”
“emang loe ga pernah berpikiran untuk berhubungan serius dengan salah satu
di antara mereka..” tanyaku kembali setelah mendengar pengakuannya.
“gue di suruh serius sama salah satu diantara mereka nanti dulu… sebejat
apapun gue..seburuk apapun tingkah laku gue, gue masih memiliki keinginan dan
cita-cita mempunyai istri yang
baik-baik, bukan seperti mereka-mereka,
gue sebenarnya sadar betul dengan keadaan mereka. Cewek yang begitu gampang
ketika gue ajak kencan ga mustahil jika mereka
juga gampang ketika di ajak kencan oleh orang lain.”
“jadi loe cuma mainin mereka selama ini..? kapan loe akan sadar? ”
“ bukan memainkan tapi menghargai.. kalau nanti gue sudah menemukan seoarng
wanita yang mampu membuat hatiku berdebar-debar saat pertama kali
melihatnya..”jawabnya cengar-cengir.
“Dasar loe buaya darat..”
Ku tinggalkan Bimo sendirian di pelataran parkir kampus, maksud hati ingin
mengajak main futsal malam ini namun ku urungkan niatku. Bimo adalah teman ku
semenjak aku duduk di bangku sekeolah menengah atas, dia salah satu teman
baikku meskipun terkadang aku sangat muak dengan tingkah lakunya, tak di pungkiri
tampang ia emang cakep bak artis hollywood,
tiap hari jadi rebutan para gadis kampus,tapi tak seharusnya ia memanfaatkan ke
tampanannya untuk mempermainkan wanita. Terkadang aku juga tak habis pikir
dengan kelakuan cewek-cewek nya. Yang begitu bodohnya mau di ajak kencan
olehnya. Sudah berulang kali aku memberi nasehat padanya namun nasehatku hanya di anggap angin lewat
tidak pernah di dengar ataupun di hiraukan… Coba Bimo bisa mencontoh Nabi Yusuf
as. yang sanggup menjaga hawa nafsunya ketika di rayu wanita. Bisikku dalam
hati.
****
Perpustakaan kampus begitu lenggang hanya terlihat satu dua orang mahasiswa
yang sedang membaca di sebuah meja bulat di sudut ruangan. Aku berjalan
mengelilingi perpustakan mencari buku terbaru karya sejarawan islam terkenal.
Ketika sedang asyik melihat-lihat isi perpustakan pandanganku tertuju pada
seorang gadis berkerudung panjang, gadis itu tak terasa asing di mataku. Ku
coba mengingat-ingat di mana dan kapan bertemu dengan gadis itu. Sesaat ku
mencoba berpikir, berusaha keras untuk bisa mengingat siapa gerangan gadis
berkerudung merah itu. Lama sudah aku ber usaha untuk mengingat siapa dirinya
namun tetap juga nihil. Sesekali ku pandangi gadis itu dari belakang, ia nampak
sedang serius dengan buku yang di bacanya. ingin rasanya aku mendekatinya dan
bertanya kepadanya namun aku tidak berani untuk melakukannya, kaki ini terasa berat
untuk melangkah.
”Winda, anti sudah lama di sini?” Tegur seorang dengan suara yang tidak
asing di telingaku.
Mendengar suara gadis itu aku yang sedari tadi berdiri membelakanginya
langsung menengok kebelakang. Tak meleset dari dugaanku, ternyata pemilik suara
itu adalah Syifa anak dari tante Elia adik dari ayahku. Dan gadis yang memakai
kerudung panjang yang sedari tadi menganggu konsentrasiku adalah Winda, aku
baru ingat kalau aku pernah melihatnya ketika aku singgah kerumah tante Elia
untuk mengantarkan titipan ayah. Ternyata keberadaanku di situ di ketahui oleh Syifa.
”Abang Jo...ngapain di sini? Tumben amat pagi-pagi dah di perpustakan? Bukannya
Bang Jo sedang sibuk dengan bisnis barunya?” ucap Syifa begitu melihat abang
sepupunya.
”abang lagi ada keperluan dengan dosen pembimbing, Syifa juga tumben biasanya
masuk siang. ” ucapku.
” syifa ada janji dengan teman bang, hari ini Syifa ada diskusi tentang acara
sosial yang akan di adakan bulan Ramadhan nanti.” Ucapnya sambil melirik
temannya yang sedari tadi berdiri di sampingnya sambil menundukan pandangannya.
”Abang free kan hari ini, kalau tidak keberatan abang mau tidak bantu kami
untuk mensukseskan acara itu, soalnya kami semua masih junior Bang, kami masih
bingung apa yang harus kami lakukan. Kami butuh masukan dari senior-senior
kami.” lanjutnya.
”Gimana ya Syifa sebenarnya abang harus ketemu seseorang sore ini, tapi...
ya sudah abang akan coba bantu tapi hanya sampai dzuhur, bagaimana?” ucapku
memastikan
”boleh bang kalau begitu, ya kan Win?” ucapnya sambil meminta persetujuan
dari Winda
Winda yang sedari tadi hanya terdiam kini ia menganggukkan kepalanya dan
tersenyum tanda menyetujui usulan johan dan Syifa.
***
Sore itu kota jakarta di selimuti awan yang tebal, petir mulai
bersaut-sautan dan kilat menyambar bak cahaya yang menakutkan, angin bertiup
menerbangkan debu-debu dan dedaunan. Rintik-rintik hujanpun mulai turun dan
membasahi alam semesta ini. johan yang sedari tadi sibuk dengan laptop mininya
baru tersadar kalau ia belum menjemput ibunya di rumah tante Elia. Sudah satu
jam ia terlambat dari kesepakatan yang telah dibuat dengan ibunya. Dengan sigap
ia meraih telpon genggamya, dan ia lihat ada 5 panggilan tak terjawab dan 2 sms
dari ibunya. Johan benar-benar tak sadar kalau ia telah menghabiskan 4 jam di
depan laptop mininya. Kini ia tak peduli dengan hujan yang deras, atau dengan
petir yang menyambar yang ada dalam pikirannya adalah menjemput ibunya. Tak ada
pilihan lain. Johan harus menggunakan mobil milik ayahnya untuk menjemput
ibunya. Padahal selama ini ia enggan untuk memakai mobil milik ayahnya, bukan
ia tidak bisa mengendarainya tapi ia lebih senang memakai motor bututnya. Gaya hidupnya
jauh dari kemewahan meskipun ia anak orang kaya, ia lebih memilih untuk hidup
sederhana. Ia tidak mau membangga-banggakan kekayaannya. Ia tidak mau menjadi
orang yang lalai. Ia ingin mencontoh gaya hidup Rasullah. Gaya hidup seseorang
yang menjadi kebanggan umat di dunia ini.
Setengah jam kemudian aku sampai di rumah tante Elia, ku parkir mobil tepat
di halaman rumah, ku ayunkan langkahku dengan cepat mendekati pintu rumah yang
terbuka lebar. Tiba-tiba langkahku terhenti ketika melihat seorang perempuan
yang duduk tepat di sebelah ibuku, seorang perempuan yang beberapa bulan ini
mampu mengganggu hari-hariku. Semenjak pertemuan di perpustakaan kampus itu aku
sudah mulai suka dengannya, tak bisa di pungkiri rasa ini dari hari kehari
semakin besar aku rasakan. Apalagi setiap satu minggu sekali aku bertemu
dengannya membuat rasa ini tak kuasa aku ketepikan.
Ibu, tante Elia, Syifa, dan Winda kelihatan sedang asyik berdiskusi sampai-sampai
mereka tidak sadar akan kehadiranku di depan pintu.
”Assalamu’alaikum.” ucapku mengagetkan mereka
”wa’alaikumus salam.” jawabnya hampir bersamaan.
”Eh..anak ibu sudah datang, dari tadi ibu telpon tidak di angkat, sms juga
tidak di balas, habis dari mana nak. Untung ada winda dan syifa yang menemani
ibu mengobrol.”
”maaf Bu, tadi johan keasyikan mengerjakan tugas jadi lupa waktu.” jawabku sambil aku berjalan menuju kearah
mereka
Setelah di rasa puas mengobrol kami pun berpamitan untuk pulang. Ada kebahagiaan
tersendiri di dalam hatiku. Entah apa itu namanya sulit untuk di ucapkan dengan
kata-kata. Yang pasti ada perasaan yang aneh ketika aku melihatnya, mungkin
inikah yang di sebut cinta Ataukah ini hanya nafsu belaka. Semakin lama aku
melihatnya semakin aku ingin memilikinya. Pandangannya yang selalu ia tundukkan
mampu membuat hatiku semakin tertarik padanya. Apakah bidadari dunia itu akan
bisa aku miliki?
***
Ke esokan harinya di pelataran kampus aku bertemu dengan Bimo, sudah hampir
tiga bulan semenjak pertemuan sore itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.
Aku tidak tau apakah kebiasaan masih tetap sama mempermainkan hati wanita atau
ia sudah insaf yang pasti aku berharap perangai buruknya sudah hilang dari
dirinya.
”Jo, tungguin gue dong. Loe datang ke kampus nyelonong aja, emang loe ga
lihat gue apa atau loe memang sudah ga ingat gue lagi.” ucapnya
”Gue bukan ga liat loe gue hanya ga mau berdebat lagi dengan loe, gue dah
bosen dengan perangai buruk loe, lebih baik gue menjauh dari loe dari pada
nanti gue ketularan penyakit loe. ” jawabku sekenanya.
”yee.. loe masih marah ama gue, katanya mau jadi ustadz kok punya masih
punya sikap dendam, ga baik tau marah lama-lama sama teman.”
”bukan gue marah, bukan juga gue dendam. Gue hanya ingin loe sadar apa yang
loe lakukan itu salah. Wanita itu bukan barang mainan yang seenaknya bisa loe
mainan. Coba bagaimana perasaan loe jika hal yang sama terjadi pada adik
perempuan loe, pasti loe ga trimakan?” ucapku lagi
”Bim, perempuan itu untuk di muliakan, ga sepantasnya gue perlakukan mereka
sebagai barang dagangan, hargai perasaan mereka. Loe cakep tapi jangan loe
manfaatkan paras loe untuk mempermainkan hati wanita.” lanjutku lagi.
”Iya pak ustadz aku sadar itu, gue juga sudah capek dengan gaya hidup gue. Mulai
saat ini gue ingin belajar menjadi orang baik demi dia. Sungguh dia berbeda
dengan yang lainnya. Dia lah yang di sebut wanita yang sebenarnya. Aku mohon Jo
sudah yah loe jangan marah lagi sama gue, sekarang gue lagi butuh bantuan loe
nih. Gue ingin belajar dari loe untuk jadi orang yang baik.” ucapnya dengan
sungguh-sungguh.
”Alhamdulillah akhirnya loe sadar juga dengan kesalahan loe, dengan senang
hati gue akan bantu loe. Tapi dia yang loe maksud itu siapa?” tanyaku dengan
rasa penasaran
”Wulan, cewek berkerudung panjang yang sekarang ada di semester 2.”
Cetarrrr.. bak ada petir di siang bolong. Johan sangat kaget dengan apa
yang di katakan oleh Bimo. Bagaimana mungkin Bimo suka dengan wanita yang aku sukai.
Wulan gadis sangat baik, aku tidak akan pernah rela jika Wulan menjadi mangsa
Bimo yang selanjutnya. Meskipun Bimo bilang sudah insyaf tapi aku tidak yakin
kesungguhan hatinya. Dan kalaupun ia benar-benar sudah insyaf aku tidak rela
jika wulan menjadi miliknya. Aku mencintainya dan bahkan dalam waktu dekat ini
aku ingin meminangnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johan jadi menikah dengan Wulan,
ataukah malah Bimo yang menikahi wulan. Tunggu kisah selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar