Jumat, 30 Januari 2015

Bila Hati Kata Cinta Part III

Senja merah diufuk barat terpancang begitu indah menandakan bahwa matahari baru saja terbenam. Samar-samar suara adzan maghrib mulai terdengar dari corong-corong masjid bersahut-sahutan. Ku pergegas langkahku menapaki jalanan kecil menuju rumah bibi dan pamanku.  Aku berdiri terpegun di depan halaman rumah begitu melihat ada janur kuning yang terpasang tepat di depan pintu rumah sedang melambai-lambai tertiup angin senja. Aku mencoba berpikir, dan tidak lama kemudian baru aku tersadar bahwa besok merupakan hari perkawinanku dengan seseorang yang merupakan pilihan bibi dan pamanku. Tiba-tiba airmataku mengalir, tidak tahu kenapa perasaan takut, senang dan bahagia bercampur aduk menjadi satu.
"besok merupakan hari yang bersejarah di dalam hidupku, di mana aku akan bergelar menjadi seorang istri dari seorang lelaki yang belum aku kenal. Ya Allah jika dia merupakan jodoh yang Kau kirim untukku maka permudahkanlah, ikhlaskan hati ini untuk menerima dia apa adanya. Izinkan aku mencintai dan menyayanginya karena-Mu. " doaku lirih dalam hati.
"Aleeysa sedang apa kamu berdiri di situ sendirian, cepetan masuk ke dalam tidak baik berdiri sendirian diluar rumah di waktu syetan-syetan mulai berkeliaran." teguran bibiku dari dalam jendela rumah mengagetkanku. Ku hapus bekas airmata  yang tadi sempat mengalir dipipi dengan kedua tanganku. Dengan bersegera aku langkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang sedikit tenang .
***
Di sebuah rumah yang besar, zafran dan keluarganya sedang asyik berbincang perihal pernikahan zafran yang akan di langsungkan besok pagi, segala sesuatunya sudah pun di persiapkan oleh zafran dan keluarganya termasuk mahar yang akan zafran berikan pada aleeysa. Meskipun zafran berasal dari keluarga yang kaya namun acara pernikahannya akan di adakan dengan sangat sederhana sesuai dengan permintaan aleeysa dan bibinya.
"Zaf semuanya sudah ready?" tanya mama
 "alhamdulilah sudah mah, mahar untuk aleeysa juga zaf sudah siapkan." ucapku pada mama
 "Mamah, cantik ga cincin ini? Lanjut zafran pada mamanya sambil menunjukan kotak kecil yang di dalamnya ada sebuah cincin yang sangat cantik.
 "Bagus sekali Zaf?" ucap mama dengan nada suara yang penuh dengan kekaguman
 "Selain perlengkapan alat sholat , zaf juga akan berikan cincin ini untul aleeysa sebagai mahar, zaf pesan  special for her. Tapi zaf ga tau cincin ini muat atau ga di tangannya soalnya zaf hanya mengira-ngira saja. Zaf harap muatlah di jarinya." ucapku lagi.
"coba mama lihat." ucap mama zafran sambil mengambil cincin yang di pegang oleh zafran "insya Allah muat dan pasti sangat cocok di jari mungil Aleeysa." kata mama lagi.
Sebuah senyuman terukir sangat indah di bibir Zafran. Hanya Allah saja yang tau bagaimana perasaan Zafran sekarang.Bahagia sudah pasti karena hari yang sudah lama di nanti akan segera tiba. Namun kekhawatiran di hati Zafran tetap masih ada. Karena zafran takut dengan penerimaan Aleeysa jika ia tau bahwa suaminya merupakan bossnya sendiri. "Apapun penerimaanya nanti zafran berjanji akan membuat dia jatuh cinta padaku karena Allah." bisiknya di dalam hati.
 ***
Malam kian larut, derap langkah kaki manusia tidak terdengar lagi, hanya rintik-rintik hujan yang masih setia membasahi bumi Allah, semilir angin yang membawa udara dingin mulai masuk melalui  terali besi kamarku, suara petir dan guruh masih sesekali terdengar bersahut-sahutan bertasbih memuji kebesaran Allah dan menjadi peneman gelapnya malam. Allah berfirman dalam surat Ar-ra'du ayat 12-13 "Dialah yang memperlihatkan kilat kepadamu, yang menimbulkan ketakutan dan harapan dan Dia menjadikan mendung. Dan guruh bertasbih sambil memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, sementara mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia Mahakuat.
 Jam kecil yang ada di meja kecil samping tempat tidurku sudah menunjukan pukul 23.00, namun sesaatpun aku belum bisa memejamkan mataku, puas aku mencoba untuk tidur namun mata ini sulit sekali untuk aku pejamkan. Ada saja yang tidak kena, tidur miring sebelah kanan tidak nyaman, berpindah miring ke sebelah kiri juga berasa ada yang salah. "Ya Allah kenapa malam ini mata ini susah sekali untuk aku pejamkan," bisikku di dalam hati. 
Tiba-tiba aku teringat sebuah bingkisan yang bibi berikan padaku dua hari yang lalu. Sebuah bingkisan yang menurut bibi dari calon suamiku. Dengan bersegera aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menghampiri meja kecil yang berada di samping tempat tidurku, aku tarik laci meja dengan perlahan nampak sebuah bingkisan dengan sampul  warna merah muda bermotif bunga-bunga tergeletak di dalamnya, aku ambil bingkisan itu dengan kedua tanganku dan aku pandangi bingkisan itu untuk seketika. Aku buka sampul nya dengan hati-hati, isolatif yang menjadi perekat sampul  aku lepas dengan perlahan-lahan. Sebuah buku yang cukup tebal berjudul panduan nikah dari A-Z karya  Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin 'Abdir Razzaq ku pandangi seketika, aku buka halaman demi halaman hingga pada sebuah bab tentang hak suami dan istri jari-jariku berhenti, isinya membuat aku penasaran. Aku baca kata demi kata, kalimat demi kalimat sampai sebuah kesimpulan bahwa seorang suami memiliki hak terhadap istri yang di nikahinya. di antara hak-hak suami adalah

  1. Hak suami atasnya ialah isteri tidak mengizinkan seseorang memasuki rumah suaminya kecuali dengan seizinnya. Al Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa padahal suaminya berada di rumah, kecuali dengan seizinnya, ia tidak pula mengizinkan (seseorang masuk) ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. Dan tidaklah ia nafkahkan sesuatu tanpa perintahnya, maka separuhnya diserahkan kepadanya." (HR. Al Bukhari no. 5159).
  2. Suami lebih besar haknya atas isterinya dibanding kedua orang tuanya.
  3. Suami berhak ditaati oleh isterinya selama tidak dalam kemaksiatan.
  4.  Hak suami atas isterinya ialah dia berterima kasih kepada suaminya atas apa yang diberikan kepadanya berupa makanan, minuman, pakaian, dan selainnya yang sanggup dia berikan. 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhuma mengatakan: "Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: 'Allah tidak memandang seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal dia butuh kepadanya.' "(Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam as Silsilah ash Shahiihah no. 289).

***
Suara adzan subuh dari surau dekat rumah membangunkan tidurku. Dengan bersegera aku bangkit dari tempat tidurku. Aku lihat buku yang semalam aku baca masih tergeletak persis di samping bantal gulingku. Aku buka pintu kamarku dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambi air wudhu. Ku bentangkan sajadah lusuhku, kini aku siap untuk menunaikan kewajibanku sebagai hamba Allah untuk beribadah kepada Allah. Di sebuah kamar yang kecil bertemankan cahaya redup dari dalam kamar aku angkat kedua tanganku berdoa kepada Allah.

Ya Allah..
Engkaulah Dzat Yang mengetahui apa yang terbaik untuk diri hamba
Sekiranya dia adalah jodoh yang Engkau berikan untuk hamba
Maka permudahkanlah urusan hamba hari ini
Ikhlaskan hati hamba untuk menerima dia
Izinkan hamba untuk menjadi istri yang shalihah
Istri yang selalu menenangkan hatinya
Istri yang bisa menjaga ke hormatannya
Istri yang bisa menambah keimanan dan ketaqwaannya kepada-Mu
Ya Allah..
Engkau tahu sampai sekarang aku belum mengenal calon suamiku
Namun Engkau sudah pasti mengenalnya
Karena Engkaulah yang telah menciptakannya
Dan Engkaulah pemilik hatinya
Hamba serahkan semuanya hanya kepada-Mu Ya Allah
Karena hanya Engkaulah Yang Maha mengetahui apa yang terbaik untukku.

Selesai sholat aku langkahkan kakiku menuju dapur seperti kebiasaan yang aku lakukan setiap harinya membantu bibiku menyiapkan sarapan pagi. Saudara mara yang dari kemarin sudah berkumpul di rumah mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk kak Rina sepupuku dari sebelah ayahku.

“Kak, anak-anak mana?” tanyaku padanya sambil aku memeluk bahunya
“Tuh..” jawabnya hanya dengan memonyongkan mulutnya kearah anak kecil yang sedang tidur pulas di sofa kecil dekat ruang tamu.
“Kak nanti Leesya ga mau di make up tebal-tebal yah. Nanti kelihatan ga ori malah jadi kelihatan KW lagi, Leeysa suka natural aja …” ucapku meluahkan apa yang terlintas di dalam fikiranku sambil aku tersenyum kecil kearahnya
“Hush apa Leeysa nih, masa menyamakan muka Leeysa dengan barang, tenang aja kak Rina akan buat Aleeysa cantik hari ini, kakak ga akan make up tebal-tebal, paling-paling cuman 5 inch aja. “ ucapnya sambil tertawa dan mencubit lenganku yang masih menempel di bahunya.

Kak Rina begitulah orangnya selalu humoris, jika dengannya aku selalu terhibur dengan tingkah lakunya hubungan aku dengan kak Rina cukup rapat, Kak Rina sudah aku anggap sebagai kakak kandungku, jika dengannya aku bisa lepas berbicara. Tak jarang aku menjadikan kak Rina sebagai tempat mengadu dan bercerita.
***
“Aku terima nikahnya Aleeysa Ameera binti Zaid dengan mas kawin seperlengkap alat sholat dan cincin emas di bayar tunai..” terdengar Zafran mengucapkan akad nikah dengan suara yang lantang

Dengan berwalikan pamannya Aleeysa kini sudah menjadi istri dari Zafran hakimi, status baru yang di sandang Aleeysa akan berkekalan hingga ke anak cucu jika Allah sudah menetapkan bahwa Zafran adalah jodohnya di bumi.

Di dalam sebuah kamar Aleeysa terlihat sangat cantik menggunakan kebaya panjang dengan jilbab panjang yang sepadan dengan warna bajunya. Make-up yang natural menambah kecantikannya. Berkali-kali Aleeysa memandang dirinya pada sebuah cermin dekat meja rias. Senyuman yang indah kini terukir dari bibirnya.

“subhanallah kamu kelihatan cantik sekali Leeysa.” Ucap Tika dari belakangku
“Kaget aku Tika, kapan kamu masuk, kenapa masuk ga bagi salam, ketuk pintu pun ga, ini tau-tau sudah ada di kamarku.. untung aku ga punya sakit jantung..” bebelku pada Tika karena tadi sempat mengagetkanku.
“siapa bilang aku ga ketuk pintu, lihat tangan ini sampai merah ketuk-ketuk pintu kamar kamu, makanya kalaupun sedang menghayal jangan jauh-jauh, ada orang ketuk pintu pun ga dengar..” Marahnya padaku.
“Maaf..” ucapku dengan memberikan senyuman yang sangat manis untuk nya
“Barakallahu lakuma wabaraka ‘alaikuma wajama’a bainakuma fii khair..” ucap Tika padaku sambil memelukku dengan begitu erat, airmata bahagia ini tiba-tiba keluar juga dari kedua ujung mataku.
“Makasih ya Tika, kamu adalah sahabat dunia akhiratku insya Allah.” ucapku
“Leeysa kenapa kamu ga pernah cerita padaku kalau calon suami kamu adalah…..”

Ketukan pintu dari luar kamar Aleeysa mematikan kata-kata Tika. Aku dengan Tika serentak menoleh kearah pintu yang terbuka, bik Ratih masuk ke dalam kamarku dan menyampaikan bahwa di luar ada suami ku yang ingin masuk untuk menemuinya. Tika yang duduk di tempat tidurku akhirnya berdiri dan mendekat kearahku sambil tersenyum penuh makna dan keluar mengikuti langkah kaki Bik Ratih meninggalkan kamarku.

Terdengar langkah kaki seseorang yang mulai mendekat kearahku, ia kini berdiri tepat di sebelahku namun aku belum berarti memalingkan wajahku ke arahnya, hanya Allah saja yang tau bagaimana perasaanku saat itu, takut, bahagia bercampur aduk menjadi satu. Semakin ia mendekat ke arahku debaran di hatiku semakin kuat.

“Assalamu’alaikum..” ucapnya lirih padaku.
“Wa’alaikumus salam..” jawabku.
Aku beranikan diri untuk melihat ke arahnya. Namun betapa kagetnya aku begitu melihat laki-laki yang berdiri di sebelahku adalah Pak Zafran bos tempat aku berkerja.
“Ba…pak.. se..dang.. apa disini?” Tanyaku dengan suara yang agak gagap
“Menurut Aleeysa Abang sedang apa disini?” jawabnya dengan senyuman terukir di bibirnya
Eh.. aku tanya bukan nya dia jawab malah dia tanya balik, sungguh aneh orang ini. Dan anehnya lagi dia membahasakan dirinya abang padaku. Kapan dia nikah sama kakakku..bisikku hanya di dalam hati.
“pak, kalau saya tau apa tujuan bapak kesini, saya tidak akan tanya pada bapak?” ucapku dengan bahasa yang sedikit formal.

Dia ketawa mendengar jawabanku. Entah kenapa hati ini sedikit marah padanya, serasa di permainkan olehnya. Kemarahan di hati ini hanya Allah saja yang tau. Berkali –kali aku beristighfar agar tidak terpancing oleh ulahnya.

“Lebih baik Bapak keluar sekarang, sebelum suami saya masuk. Saya ini istri orang dan ini kamar saya tempat privasi saya, tidak ada yang boleh masuk ke kamar saya selain suami saya dan keluarga saya.” Ucapku lagi

Tidak ada tanda-tanda yang dia akan keluar dari kamarku. Malah dia kini semakin mendekat kearahku dan duduk persis di sebelah kananku. Hatiku mulai risau, banyak pertanyaan yang kini mulai bermain-main di otakku yang belum tau jawabannya. Ingin sekali aku mengusirnya namun entah mengapa mulut ini sulit sekali untuk berkata.

“Aleeysa.. sebenarnya abang ini adalah suami Leeysa…” Ucapnya padaku
Cetarrrr… bagai ada petir di siang hari yang cerah. Pengakuannya padaku sebentar tadi membuat aliran darah di sekujur tubuhku seakan-akan berhenti. Akal pikiran ini tidak dapat mencerna apa yang dia katakan. Tubuh ini seakan-akan menjadi seperti patung yang bernyawa yang tidak bisa berfikir

“Maafkan abang karena ga berterus terang pada Leeysa sebelumnya. Abang tau sekarang Leeysa terkejut mendengar nya. Namun inilah kenyataannya yang abang sudah menjadi suami yang syah untuk leeysa, bukan maksud abang untuk menyembunyikan hal yang sebenar pada leeysa. Dan selama ini juga Leeysa ga pernah ingin tau kan siapa calon suami Leeysa.” Ucapnya lagi.
Sekali lagi aku beranikan diri untuk menatap wajahnya. Saat mata kami bertemu aku mengalihkan pandanganku ke tempat lain.

“Bagaimana ceritanya, kenapa yang menjadi suami saya adalah Bapak? Sejak kapan Bapak megenal keluarga saya? Bukankah sebelumnya Bapak tinggal jauh di seberang sana?” berbagai pertanyaan kini keluar dari mulutku. Berharap semua pertanyaan yang bermain di pikiranku akan segera mendapatkan jawabannya.

“Leeysa, sebenarnya kita sudah kenal lama semenjak kita masih kecil lagi, waktu itu umur Leeysa sekitar 12 tahun dan umur abang 15 tahun. Ayah abang dan ayah Leeysa adalah sahabat baik. Saat orangtua Leeysa meninggal karena kecelakaan Abang dan keluarga bertakziah ke rumah Leeysa. Di situlah pertama kali abang melihat Leeysa yang sedang menangis di dekat jenazah kedua orang tua Leeysa. Abang melihat Leeysa sangat sedih sampai-sampai abang yang melihat nya pun ikut meneteskan airmata. Mungkin leeysa ga pernah melihat abang kalaupun aleeysa melihat abang aleeysa tak pernah sesekali hiraukan abang. Padahal pada waktu itu abang tinggal di rumah Leeysa dua malam. Satu minggu setelah kejadian kecelakaan itu, keluarga abang pindah ke sumatera, papa mendapat amanah dari kakek untuk mengurusi perusahaan yang ada di sana. Semenjak itulah abang ga pernah melihat aleeysa lagi hingga Allah mempertemukan abang dengan Aleeysa 6 bulan yang lalu di kantor. Abang sering kali melihat Aleeysa, mungkin aleeysa selama ini ga pernah merasakan kehadiran abang. Namun kehadiran abang di hati Leeysa semakin hari semakin dekat. Cinta ini mulai muncul di hati abang. Bermodalkan tekad dan rasa cinta di hati, abang mendatangi Paman dan Bibik  untuk melamar Aleeysa. Abang bukan orang yang sempurna, namun abang akan mencoba mencintai Leeysa dengan cara yang sempurna karena Allah. abang juga bukan orang yang faham agama namun abang berharap Aleeysa bisa mengajari dan mengingatkan abang di kala abang mulai terlupa. Abang hanya hamba Allah yang sedang memperbaiki diri, terlalu banyak kekurangan diri yang abang miliki. Semoga kekurangan abang bisa tertutupi oleh kelebihan yang aleeysamiliki. Hanya satu pinta abang terimalah abang seadanya. Karena abang hanya bisa mencintai aleeysa dengan cara yang sederhana..” ucapnya panjang lebar.

Tiba-tiba airmata ini menetes membasahi pipiku, rasa terharu dan bahagia kini menyelinap di hatiku, dengan bersegera ku hapus airmataku dengan kedua tanganku. Ku angkat wajahku memandang kea rah wajah suamiku, dengan sedikit gemetar aku raih tangan kanannya dan mencium tangannya tanda hormatku padanya. Kini hatiku mulai yakin bahwa dialah jodoh yang telah Allah tetapkan untukku, hatiku mulai akur untuk menerima keberadaannya.

“Maafkan Leeysa abang. Insya Allah Leeysa akan jadi istri yang sempurna di mata abang. Leeysa juga bukan wanita yang sempurna dan Leeysa juga janji akan mencintai abang dengan cara yang sempurna kerana Allah, ingatkan Leeysa di kala Leeysa terlupa, bimbing Leeysa untuk menjadi istri yang shalihah. Dan terimakasih kerena sudah mau menerima leeysa apa adanya dan mencintai aleeysa dengan cara yang sederhana. “ ucapku dengan lirih.

Zafran menarik tanganku dengan lembut kemudian dia meletakkan tangannya pada dahiku seraya berdoa ‘ allahumma inni as’aluka min khairiha wa khairi maa jabaltaha alaih. Wa a’udzubika min syarri wa syarri maa jabaltaha alaih. (Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-MU kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan padanya)

“Leeysa kita sama-sama melangkahkan kaki membina sebuah rumah tangga berlandaskan cinta kita kepada Allah, mengharap ridho-Nya dengan harapan cinta kita akan kekal hingga ke jannah-Nya.” Ucapnya lirih padaku.

Bila hati kata cinta
Maka diri tak mampu menepisnya
Bila hati kata cinta
Maka raga pun ikut merasakannya
Bila hati kata cinta
Kebahagiaan akan di rasa
Bila hati kata cinta
Keindahan akan menjelma
Bila hati kata cinta
Akan ku terima kau dengan lapang dada
Akan ku terima kau dengan hati yang terbuka
Bila hati kata cinta
Hanya keikhlasan yang ada
Hanya senyuman sebagai pengganti kata-kata

Bila hati kata cinta
Tak pandang rupa atau harta
Yang ada ketulusan dari dalam dada

****TAMAT****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar