Senja merah diufuk barat
terpancang begitu indah menandakan bahwa matahari baru saja terbenam.
Samar-samar suara adzan maghrib mulai terdengar dari corong-corong masjid
bersahut-sahutan. Ku pergegas langkahku menapaki jalanan kecil menuju rumah
bibi dan pamanku. Aku berdiri terpegun
di depan halaman rumah begitu melihat ada janur kuning yang terpasang tepat di
depan pintu rumah sedang melambai-lambai tertiup angin senja. Aku mencoba
berpikir, dan tidak lama kemudian baru aku tersadar bahwa besok merupakan hari
perkawinanku dengan seseorang yang merupakan pilihan bibi dan pamanku.
Tiba-tiba airmataku mengalir, tidak tahu kenapa perasaan takut, senang dan
bahagia bercampur aduk menjadi satu.
"besok merupakan hari yang
bersejarah di dalam hidupku, di mana aku akan bergelar menjadi seorang istri
dari seorang lelaki yang belum aku kenal. Ya Allah jika dia merupakan jodoh
yang Kau kirim untukku maka permudahkanlah, ikhlaskan hati ini untuk menerima
dia apa adanya. Izinkan aku mencintai dan menyayanginya karena-Mu. " doaku
lirih dalam hati.
"Aleeysa sedang apa kamu
berdiri di situ sendirian, cepetan masuk ke dalam tidak baik berdiri sendirian
diluar rumah di waktu syetan-syetan mulai berkeliaran." teguran bibiku
dari dalam jendela rumah mengagetkanku. Ku hapus bekas airmata yang tadi sempat mengalir dipipi dengan kedua
tanganku. Dengan bersegera aku langkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan
perasaan yang sedikit tenang .
***
Di sebuah rumah yang besar,
zafran dan keluarganya sedang asyik berbincang perihal pernikahan zafran yang
akan di langsungkan besok pagi, segala sesuatunya sudah pun di persiapkan oleh
zafran dan keluarganya termasuk mahar yang akan zafran berikan pada aleeysa.
Meskipun zafran berasal dari keluarga yang kaya namun acara pernikahannya akan
di adakan dengan sangat sederhana sesuai dengan permintaan aleeysa dan bibinya.
"Zaf semuanya sudah
ready?" tanya mama
"alhamdulilah sudah mah, mahar untuk
aleeysa juga zaf sudah siapkan." ucapku pada mama
"Mamah, cantik ga cincin ini? Lanjut
zafran pada mamanya sambil menunjukan kotak kecil yang di dalamnya ada sebuah
cincin yang sangat cantik.
"Bagus sekali Zaf?" ucap mama dengan
nada suara yang penuh dengan kekaguman
"Selain perlengkapan alat sholat , zaf
juga akan berikan cincin ini untul aleeysa sebagai mahar, zaf pesan special for her. Tapi zaf ga tau cincin ini
muat atau ga di tangannya soalnya zaf hanya mengira-ngira saja. Zaf harap
muatlah di jarinya." ucapku lagi.
"coba mama lihat." ucap
mama zafran sambil mengambil cincin yang di pegang oleh zafran "insya
Allah muat dan pasti sangat cocok di jari mungil Aleeysa." kata mama lagi.
Sebuah senyuman terukir sangat
indah di bibir Zafran. Hanya Allah saja yang tau bagaimana perasaan Zafran
sekarang.Bahagia sudah pasti karena hari yang sudah lama di nanti akan segera
tiba. Namun kekhawatiran di hati Zafran tetap masih ada. Karena zafran takut
dengan penerimaan Aleeysa jika ia tau bahwa suaminya merupakan bossnya sendiri.
"Apapun penerimaanya nanti zafran berjanji akan membuat dia jatuh cinta
padaku karena Allah." bisiknya di dalam hati.
***
Malam kian larut, derap langkah
kaki manusia tidak terdengar lagi, hanya rintik-rintik hujan yang masih setia
membasahi bumi Allah, semilir angin yang membawa udara dingin mulai masuk
melalui terali besi kamarku, suara petir
dan guruh masih sesekali terdengar bersahut-sahutan bertasbih memuji kebesaran
Allah dan menjadi peneman gelapnya malam. Allah berfirman dalam surat Ar-ra'du
ayat 12-13 "Dialah yang memperlihatkan kilat kepadamu, yang menimbulkan
ketakutan dan harapan dan Dia menjadikan mendung. Dan guruh bertasbih sambil
memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah
melepaskan halilintar lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki,
sementara mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia Mahakuat.
Jam kecil yang ada di meja kecil samping
tempat tidurku sudah menunjukan pukul 23.00, namun sesaatpun aku belum bisa
memejamkan mataku, puas aku mencoba untuk tidur namun mata ini sulit sekali
untuk aku pejamkan. Ada saja yang tidak kena, tidur miring sebelah kanan tidak
nyaman, berpindah miring ke sebelah kiri juga berasa ada yang salah. "Ya
Allah kenapa malam ini mata ini susah sekali untuk aku pejamkan," bisikku
di dalam hati.
Tiba-tiba aku teringat sebuah
bingkisan yang bibi berikan padaku dua hari yang lalu. Sebuah bingkisan yang
menurut bibi dari calon suamiku. Dengan bersegera aku bangkit dari tempat tidur
dan berjalan menghampiri meja kecil yang berada di samping tempat tidurku, aku
tarik laci meja dengan perlahan nampak sebuah bingkisan dengan sampul warna merah muda bermotif bunga-bunga
tergeletak di dalamnya, aku ambil bingkisan itu dengan kedua tanganku dan aku
pandangi bingkisan itu untuk seketika. Aku buka sampul nya dengan hati-hati,
isolatif yang menjadi perekat sampul aku
lepas dengan perlahan-lahan. Sebuah buku yang cukup tebal berjudul panduan
nikah dari A-Z karya Abu Hafsh Usamah
bin Kamal bin 'Abdir Razzaq ku pandangi seketika, aku buka halaman demi halaman
hingga pada sebuah bab tentang hak suami dan istri jari-jariku berhenti, isinya
membuat aku penasaran. Aku baca kata demi kata, kalimat demi kalimat sampai
sebuah kesimpulan bahwa seorang suami memiliki hak terhadap istri yang di
nikahinya. di antara hak-hak suami adalah
- Hak suami atasnya ialah isteri tidak mengizinkan seseorang memasuki rumah suaminya kecuali dengan seizinnya. Al Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa padahal suaminya berada di rumah, kecuali dengan seizinnya, ia tidak pula mengizinkan (seseorang masuk) ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. Dan tidaklah ia nafkahkan sesuatu tanpa perintahnya, maka separuhnya diserahkan kepadanya." (HR. Al Bukhari no. 5159).
- Suami lebih besar haknya atas isterinya dibanding kedua orang tuanya.
- Suami berhak ditaati oleh isterinya selama tidak dalam kemaksiatan.
- Hak suami atas isterinya ialah dia berterima kasih kepada suaminya atas apa yang diberikan kepadanya berupa makanan, minuman, pakaian, dan selainnya yang sanggup dia berikan. 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhuma mengatakan: "Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: 'Allah tidak memandang seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal dia butuh kepadanya.' "(Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam as Silsilah ash Shahiihah no. 289).
***
Suara adzan
subuh dari surau dekat rumah membangunkan tidurku. Dengan bersegera aku bangkit
dari tempat tidurku. Aku lihat buku yang semalam aku baca masih tergeletak
persis di samping bantal gulingku. Aku buka pintu kamarku dan bergegas ke kamar
mandi untuk membersihkan diri dan mengambi air wudhu. Ku bentangkan sajadah
lusuhku, kini aku siap untuk menunaikan kewajibanku sebagai hamba Allah untuk
beribadah kepada Allah. Di sebuah kamar yang kecil bertemankan cahaya redup
dari dalam kamar aku angkat kedua tanganku berdoa kepada Allah.
Ya Allah..
Engkaulah Dzat
Yang mengetahui apa yang terbaik untuk diri hamba
Sekiranya dia
adalah jodoh yang Engkau berikan untuk hamba
Maka
permudahkanlah urusan hamba hari ini
Ikhlaskan hati
hamba untuk menerima dia
Izinkan hamba
untuk menjadi istri yang shalihah
Istri yang
selalu menenangkan hatinya
Istri yang bisa
menjaga ke hormatannya
Istri yang bisa
menambah keimanan dan ketaqwaannya kepada-Mu
Ya Allah..
Engkau tahu
sampai sekarang aku belum mengenal calon suamiku
Namun Engkau
sudah pasti mengenalnya
Karena
Engkaulah yang telah menciptakannya
Dan Engkaulah
pemilik hatinya
Hamba serahkan
semuanya hanya kepada-Mu Ya Allah
Karena hanya
Engkaulah Yang Maha mengetahui apa yang terbaik untukku.
Selesai sholat aku
langkahkan kakiku menuju dapur seperti kebiasaan yang aku lakukan setiap
harinya membantu bibiku menyiapkan sarapan pagi. Saudara mara yang dari kemarin
sudah berkumpul di rumah mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk
kak Rina sepupuku dari sebelah ayahku.
“Kak, anak-anak
mana?” tanyaku padanya sambil aku memeluk bahunya
“Tuh..”
jawabnya hanya dengan memonyongkan mulutnya kearah anak kecil yang sedang tidur
pulas di sofa kecil dekat ruang tamu.
“Kak nanti
Leesya ga mau di make up tebal-tebal yah. Nanti kelihatan ga ori malah jadi
kelihatan KW lagi, Leeysa suka natural aja …” ucapku meluahkan apa yang
terlintas di dalam fikiranku sambil aku tersenyum kecil kearahnya
“Hush apa
Leeysa nih, masa menyamakan muka Leeysa dengan barang, tenang aja kak Rina akan
buat Aleeysa cantik hari ini, kakak ga akan make up tebal-tebal, paling-paling
cuman 5 inch aja. “ ucapnya sambil tertawa dan mencubit lenganku yang masih
menempel di bahunya.
Kak Rina
begitulah orangnya selalu humoris, jika dengannya aku selalu terhibur dengan
tingkah lakunya hubungan aku dengan kak Rina cukup rapat, Kak Rina sudah aku
anggap sebagai kakak kandungku, jika dengannya aku bisa lepas berbicara. Tak jarang
aku menjadikan kak Rina sebagai tempat mengadu dan bercerita.
***
“Aku terima
nikahnya Aleeysa Ameera binti Zaid dengan mas kawin seperlengkap alat sholat
dan cincin emas di bayar tunai..” terdengar Zafran mengucapkan akad nikah
dengan suara yang lantang
Dengan
berwalikan pamannya Aleeysa kini sudah menjadi istri dari Zafran hakimi, status
baru yang di sandang Aleeysa akan berkekalan hingga ke anak cucu jika Allah
sudah menetapkan bahwa Zafran adalah jodohnya di bumi.
Di dalam sebuah
kamar Aleeysa terlihat sangat cantik menggunakan kebaya panjang dengan jilbab
panjang yang sepadan dengan warna bajunya. Make-up yang natural menambah
kecantikannya. Berkali-kali Aleeysa memandang dirinya pada sebuah cermin dekat
meja rias. Senyuman yang indah kini terukir dari bibirnya.
“subhanallah
kamu kelihatan cantik sekali Leeysa.” Ucap Tika dari belakangku
“Kaget aku
Tika, kapan kamu masuk, kenapa masuk ga bagi salam, ketuk pintu pun ga, ini
tau-tau sudah ada di kamarku.. untung aku ga punya sakit jantung..” bebelku
pada Tika karena tadi sempat mengagetkanku.
“siapa bilang
aku ga ketuk pintu, lihat tangan ini sampai merah ketuk-ketuk pintu kamar kamu,
makanya kalaupun sedang menghayal jangan jauh-jauh, ada orang ketuk pintu pun
ga dengar..” Marahnya padaku.
“Maaf..” ucapku
dengan memberikan senyuman yang sangat manis untuk nya
“Barakallahu
lakuma wabaraka ‘alaikuma wajama’a bainakuma fii khair..” ucap Tika padaku
sambil memelukku dengan begitu erat, airmata bahagia ini tiba-tiba keluar juga
dari kedua ujung mataku.
“Makasih ya
Tika, kamu adalah sahabat dunia akhiratku insya Allah.” ucapku
“Leeysa kenapa
kamu ga pernah cerita padaku kalau calon suami kamu adalah…..”
Ketukan pintu
dari luar kamar Aleeysa mematikan kata-kata Tika. Aku dengan Tika serentak
menoleh kearah pintu yang terbuka, bik Ratih masuk ke dalam kamarku dan
menyampaikan bahwa di luar ada suami ku yang ingin masuk untuk menemuinya. Tika
yang duduk di tempat tidurku akhirnya berdiri dan mendekat kearahku sambil
tersenyum penuh makna dan keluar mengikuti langkah kaki Bik Ratih meninggalkan
kamarku.
Terdengar
langkah kaki seseorang yang mulai mendekat kearahku, ia kini berdiri tepat di
sebelahku namun aku belum berarti memalingkan wajahku ke arahnya, hanya Allah
saja yang tau bagaimana perasaanku saat itu, takut, bahagia bercampur aduk
menjadi satu. Semakin ia mendekat ke arahku debaran di hatiku semakin kuat.
“Assalamu’alaikum..”
ucapnya lirih padaku.
“Wa’alaikumus
salam..” jawabku.
Aku beranikan
diri untuk melihat ke arahnya. Namun betapa kagetnya aku begitu melihat
laki-laki yang berdiri di sebelahku adalah Pak Zafran bos tempat aku berkerja.
“Ba…pak..
se..dang.. apa disini?” Tanyaku dengan suara yang agak gagap
“Menurut
Aleeysa Abang sedang apa disini?” jawabnya dengan senyuman terukir di bibirnya
Eh.. aku tanya
bukan nya dia jawab malah dia tanya balik, sungguh aneh orang ini. Dan anehnya
lagi dia membahasakan dirinya abang padaku. Kapan dia nikah sama
kakakku..bisikku hanya di dalam hati.
“pak, kalau
saya tau apa tujuan bapak kesini, saya tidak akan tanya pada bapak?” ucapku
dengan bahasa yang sedikit formal.
Dia ketawa
mendengar jawabanku. Entah kenapa hati ini sedikit marah padanya, serasa di
permainkan olehnya. Kemarahan di hati ini hanya Allah saja yang tau. Berkali
–kali aku beristighfar agar tidak terpancing oleh ulahnya.
“Lebih baik
Bapak keluar sekarang, sebelum suami saya masuk. Saya ini istri orang dan ini
kamar saya tempat privasi saya, tidak ada yang boleh masuk ke kamar saya selain
suami saya dan keluarga saya.” Ucapku lagi
Tidak ada
tanda-tanda yang dia akan keluar dari kamarku. Malah dia kini semakin mendekat
kearahku dan duduk persis di sebelah kananku. Hatiku mulai risau, banyak
pertanyaan yang kini mulai bermain-main di otakku yang belum tau jawabannya.
Ingin sekali aku mengusirnya namun entah mengapa mulut ini sulit sekali untuk
berkata.
“Aleeysa..
sebenarnya abang ini adalah suami Leeysa…” Ucapnya padaku
Cetarrrr… bagai
ada petir di siang hari yang cerah. Pengakuannya padaku sebentar tadi membuat
aliran darah di sekujur tubuhku seakan-akan berhenti. Akal pikiran ini tidak
dapat mencerna apa yang dia katakan. Tubuh ini seakan-akan menjadi seperti
patung yang bernyawa yang tidak bisa berfikir
“Maafkan abang
karena ga berterus terang pada Leeysa sebelumnya. Abang tau sekarang Leeysa
terkejut mendengar nya. Namun inilah kenyataannya yang abang sudah menjadi
suami yang syah untuk leeysa, bukan maksud abang untuk menyembunyikan hal yang
sebenar pada leeysa. Dan selama ini juga Leeysa ga pernah ingin tau kan siapa
calon suami Leeysa.” Ucapnya lagi.
Sekali lagi aku
beranikan diri untuk menatap wajahnya. Saat mata kami bertemu aku mengalihkan
pandanganku ke tempat lain.
“Bagaimana
ceritanya, kenapa yang menjadi suami saya adalah Bapak? Sejak kapan Bapak
megenal keluarga saya? Bukankah sebelumnya Bapak tinggal jauh di seberang
sana?” berbagai pertanyaan kini keluar dari mulutku. Berharap semua pertanyaan
yang bermain di pikiranku akan segera mendapatkan jawabannya.
“Leeysa,
sebenarnya kita sudah kenal lama semenjak kita masih kecil lagi, waktu itu umur
Leeysa sekitar 12 tahun dan umur abang 15 tahun. Ayah abang dan ayah Leeysa
adalah sahabat baik. Saat orangtua Leeysa meninggal karena kecelakaan Abang dan
keluarga bertakziah ke rumah Leeysa. Di situlah pertama kali abang melihat
Leeysa yang sedang menangis di dekat jenazah kedua orang tua Leeysa. Abang
melihat Leeysa sangat sedih sampai-sampai abang yang melihat nya pun ikut
meneteskan airmata. Mungkin leeysa ga pernah melihat abang kalaupun aleeysa
melihat abang aleeysa tak pernah sesekali hiraukan abang. Padahal pada waktu
itu abang tinggal di rumah Leeysa dua malam. Satu minggu setelah kejadian
kecelakaan itu, keluarga abang pindah ke sumatera, papa mendapat amanah dari
kakek untuk mengurusi perusahaan yang ada di sana. Semenjak itulah abang ga
pernah melihat aleeysa lagi hingga Allah mempertemukan abang dengan Aleeysa 6
bulan yang lalu di kantor. Abang sering kali melihat Aleeysa, mungkin aleeysa
selama ini ga pernah merasakan kehadiran abang. Namun kehadiran abang di hati
Leeysa semakin hari semakin dekat. Cinta ini mulai muncul di hati abang.
Bermodalkan tekad dan rasa cinta di hati, abang mendatangi Paman dan Bibik untuk melamar Aleeysa. Abang bukan orang yang
sempurna, namun abang akan mencoba mencintai Leeysa dengan cara yang sempurna
karena Allah. abang juga bukan orang yang faham agama namun abang berharap
Aleeysa bisa mengajari dan mengingatkan abang di kala abang mulai terlupa.
Abang hanya hamba Allah yang sedang memperbaiki diri, terlalu banyak kekurangan
diri yang abang miliki. Semoga kekurangan abang bisa tertutupi oleh kelebihan yang
aleeysamiliki. Hanya satu pinta abang terimalah abang seadanya. Karena abang
hanya bisa mencintai aleeysa dengan cara yang sederhana..” ucapnya panjang
lebar.
Tiba-tiba
airmata ini menetes membasahi pipiku, rasa terharu dan bahagia kini menyelinap
di hatiku, dengan bersegera ku hapus airmataku dengan kedua tanganku. Ku angkat
wajahku memandang kea rah wajah suamiku, dengan sedikit gemetar aku raih tangan
kanannya dan mencium tangannya tanda hormatku padanya. Kini hatiku mulai yakin
bahwa dialah jodoh yang telah Allah tetapkan untukku, hatiku mulai akur untuk
menerima keberadaannya.
“Maafkan Leeysa abang. Insya
Allah Leeysa akan jadi istri yang sempurna di mata abang. Leeysa juga bukan
wanita yang sempurna dan Leeysa juga janji akan mencintai abang dengan cara
yang sempurna kerana Allah, ingatkan Leeysa di kala Leeysa terlupa, bimbing
Leeysa untuk menjadi istri yang shalihah. Dan terimakasih kerena sudah mau
menerima leeysa apa adanya dan mencintai aleeysa dengan cara yang sederhana. “
ucapku dengan lirih.
Zafran menarik tanganku dengan
lembut kemudian dia meletakkan tangannya pada dahiku seraya berdoa ‘ allahumma
inni as’aluka min khairiha wa khairi maa jabaltaha alaih. Wa a’udzubika min
syarri wa syarri maa jabaltaha alaih. (Wahai Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-MU kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta
aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau
berikan padanya)
“Leeysa kita sama-sama
melangkahkan kaki membina sebuah rumah tangga berlandaskan cinta kita kepada
Allah, mengharap ridho-Nya dengan harapan cinta kita akan kekal hingga ke
jannah-Nya.” Ucapnya lirih padaku.
Bila hati kata cinta
Maka diri tak mampu menepisnya
Bila hati kata cinta
Maka raga pun ikut merasakannya
Bila hati kata cinta
Kebahagiaan akan di rasa
Bila hati kata cinta
Keindahan akan menjelma
Bila hati kata cinta
Akan ku terima kau dengan lapang dada
Akan ku terima kau dengan hati yang terbuka
Bila hati kata cinta
Hanya keikhlasan yang ada
Hanya senyuman sebagai pengganti kata-kata
Bila hati kata cinta
Tak pandang rupa atau harta
Yang ada ketulusan dari dalam dada
****TAMAT****