Kamis, 22 November 2012

KESUCIAN CINTA

Hujan masih turun rintik-rintik di luar sana, mendung hitam masih menaungi kota Bandung,aku dekati jendela kamarku, ku buka tirai yang menutupinya. Nampak jalanan yang basah, dedaunan yang hijau nan segar, bunga-bunga yang bermekaran, rerumputan dan ilalang pun turut menikmati indahnya rahmat yang telah Allah turunkan melalui air hujan.

Sudah hampir tiga tahun aku tinggal di tempat ini. Ya..tiga tahun yang lalu aku memutuskan untuk tinggal di bandung, tempat di mana aku di pindahkan tugas oleh atasanku, sedih memang ketika pertama kali harus meninggalkan kampung halaman tempat di mana aku di besarkan. Apalagi saat itu ayah dan ibuku belum lama meninggal. Kecelakaan itu merenggut nyawa ayah dan ibuku.Kejadian itu begitu mendadak aku tak pernah menyangka sama sekali kalau aku akan di tinggal secepat itu oleh mereka. Namun itulah takdir Allah yang tidak bisa di tolak. Jika Allah sudah berkehendak mengambil milik-Nya kapanpun dan di manapun tak akan ada yang bisa menolaknya apalagi menahannya. Sedih saat itu melihat kenyataan yang ada namun aku mencoba untuk tabah menghadapinya. Aku harus tegar di hadapan Sarah, adik perempuanku satu-satunya yang aku sayangi. hanya akulah yang menjadi tumpuan hidupnya.

Aku begitu menyayanginya. Usia yang tak terpaut jauh hanya 4 tahun membuat aku begitu akrab dengannya.Kami hidup rukun dan bahagia meskipun kami hidup tanpa orang tua. Alhamdulillah segala kebutuhan Sarah bisa aku penuhi dari penghasilanku. Namun semua itu hanya menjadi masalaluku. Sarahku yang dulu telah hilang, Sarah yang periang kini berubah menjadi pendiam, Sarah yang selalu bisa membuatku tertawa kini lesu seolah-olah tak bernyawa, tatapannya kosong, jiwanya rapuh, semangatnya telah hilang, ia bak seorang mayat hidup yang hanya bisa mendengar tanpa bisa merasa.

Peristiwa yang di alaminya membuat ghairah hidupnya lenyap.kehormatannya dan kesuciannya yang selama ini ia pertahankan di renggut oleh preman-preman jalan yang tak bertanggung jawab, hijab yang ia kenakan dan ia jaga mati-matian terkoyak karena ulah para penghamba syetan. Sejak peristiwa itu peristiwa dimana harga diri dan kehormatan dirinya di ambil secara paksa, Ia begitu sangat terpukul ia lebih suka mengurung di kamar, senyumannya tak pernah lagi terlihat dari bibir mungilnya yang ada ia lebih sering menangis sendirian.hari-harinya ia temani dengan airmata. Setiap kali aku melihat dan menatapnya hati ini menangis, dan sedih. Ingin rasanya meringankan bebannya, namun aku tak tau bagaimana caranya, aku tak bisa berbuat apa-apa, guyonanku sudah tak mampu lagi membuat ia tertawa.


###

Bunyi bel pintu membuyarkan lamunanku, tak terasa sudah hampir setangah jam aku berdiri di depan jendela. Ku lihat jam dinding di sudut ruangan, jarum jam menunjukan pukul 17.00 WIB, sudah sore begini siapa yang datang yah bisikku dalam hati. Kupercepat langkahku menuju pintu depan. Ku buka pintu setelah terlebih dahulu memastikan siapa gerangan yang datang.

"Assalamu'alaikum kak Indah maaf sebelumnya Rina datang ga kasih tahu terlebih dahulu dan maaf juga Rina datang bawa rombongan." Ucap Rina teman akrab Sarah yang selama ini setia menemani Sarah.

"Wa'alaikumus salam.. Ga apa-apa Rina..silahkan masuk." Balas Kak Indah dengan nada yang sedikit terkejut karena kedatangan Rina dengan rombongan yang tidak di kenalinya.

"Maaf Kak sebelumnya jika kedatangan kami mengejutkan kak indah, terlebih dahulu Rina kenalkan ini Kak Isma kakak sepupu Rina, ini Akhmad senior Sarah di kampius sekaligus adik dari kak Isma dan yang ini Roni teman Akhmad." Lanjut Rina sambil memperkenalkan Rombongan yang di bawanya.

"Sarahnya ada kak?" Tanya Rina melanjutkan pembicaraannya

"Ada di kamar seperti biasa."

"Boleh Rina masuk kekamar Sarah kak untuk mengajak Sarah keluar?" Izin Rina pada kak sarah

"Silahkan.." Jawabku.

Lima menit kemudian Rina muncul dengan Sarah di sampingnya. Sarah nampak begitu berbeda, ia kini kurus, matanya sangat cekung kehitam-hitaman pertanda ia terlalu sering menangis. Jilbab yang ia kenakan pun acak-acakkan. Sungguh sangat berbeda dengan sarah dua bulan yang lalu. Akhmad yang melihat perubahan fisik wanita yang di kaguminya secara diam-diam sedikit terkejut. ia tidak menyangka gadis yang selalu ceria dalam meniti hari-harinya berubah menjadi gadis yang pendiam yang hilang semangat hidupnya. Namun fisik Sarah tak membuat Akhmad berhenti untuk mengaguminya. ia masih tetap berharap suatu saat kelak bisa mempersunting sarah untuk di jadikan istrinya. kini kekagumannya pada Sarah kian bertambah apalagi setelah mengetahui peristiwa yang di alami sarah membuat ia semakin kuat untuk menikahinya.

Akhmad adalah senior kampus sekaligus pemuda masjid kampus. Sudah lama Akhmad mengagumi Sarah. Namun Akhmad lebih suka mencintai Sarah dalam diamnya dalam kematangan sikapnya. Karena ia punya rencana suatu saat jika sudah siap segalanya ia akan datang kerumahnya untuk meminangnya. Dua bulan ketidak munculan Sarah di kampus membuat Akhmad selalu bertanya-tanya. Di setiap sudut kampus ia selalu mencari sosok Sarah yang selama ini dirinduinya. Rasa rindu dan rasa ingin tahunya yang amat besar membuat ia memberanikan diri datang kerumah Rani sahabat karib Sarah. Dari Rani-lah ia mengetahui segalanya termasuk peristiwa yang di alami Sarah secara detail.

***

Melihat banyak orang di ruang tamu, apalagi di antara mereka ada Akhmad senior nya di kampus membuat Sarah ingin mengurungkan niatnya untuk menghampiri mereka. ia memutar balikkan badannya kebelakang bermaksud untuk masuk kembali kekamarnya, namun tangan Rina yang sedari tadi memeluk tubuhnya menghalangi niat Sarah. "Ga apa-apa Sarah Akhmad bermaksud baik..Insya Allah dia orang yang paling memahami kondisi Sarah saat ini." Bisik Rina mencoba untuk meyakinkan Sarah dengan suara yang begitu lirih di telinganya. tiba-tba tangan Sarah begitu kuat memegang tangan sahabatnya seolah-olah meminta kekuatan dan perlindungan pada sahabat karibnya itu. dengan langkah yang gontai sarah berjelan mendekati ruang tamu dimana kak Indah dan tamunya berada.

Aku yang sudah tau apa maksud dan tujuan kedatangan mereka hanya bisa berharap kalau niat baiknya bisa di sambut baik oleh sarah. rasanya aku sudah tidak sanggup melihat kondisi Sarah yang kian hari kian memburuk.aku ingin melihat Sarah semangat lagi dalam melanjutkan hidupnya yang masih panjang. sekilas aku pandangi Sarah kemudian pandanganku beralih kepada Akhmad dan Kakaknya dengan harapan mereka segera mengatakan apa yang menjadi tujuannya.

Ternyata mereka bisa membaca pandangan mataku tidak beberapa lama setelah itu Akhmad pun mulai berbicara.

"Apa kabar Sarah? " tanyanya mengawali pembicaraan

Tak ada jawaban apapun dari sarah yang ada hanya pandangan kosong tak terarah.

"Sudah lama kak Akhmad cari Sarah di kampus tapi Sarah ga datang-datang.. Sarah ga rindu sama suasana kampus? taman-teman Sarah banyak loh yang cari Sarah, suasana kampus terasa kurang tanpa sarah." lanjutnya lagi.

Sama tak ada jawaban, tak ada ekpresi apapun dari raut mukanya. ia seperti patung yang bernyawa.

"Mau sampai kapan Sarah seperti ini, Masih banyak orang-orang yang mencintai sarah, yang rindu ingin melihat Sarah ceria seperti dulu lagi, apa Sarah tidak kasian sama kak Indah yang selama ini sangat bersedih dengan perubahan sikap Sarah.. apa Sarah juga tidak kasian juga sama Rina sahabat Sarah. Rina merasa kehilangan sahabat nya yang dulu sahabat yang bisa di jadikan tempat berbagi dalam suka dan duka..ingat masih banyak orang-orang  di sekeliling Sarah yang mencintai Sarah termasuk kak akhmad sendiri. Kak Akhmad minta maaf kalau selama ini sering memperhatikan gerak-gerik Sarah, Kak akhmad juga minta maaf kalau selama ini mengagumi Sarah tanpa sepengetahuan Sarah, bahkan selama Sarah tidak masuk kampus rasa rindu ini kian membuncah seakan-akan hanya bisa terobati dengan melihat Sarah. Untuk itulah Kak Akhmad memberanikan diri datang kerumah Sarah, meminta Sarah pada Kak Indah. dengan niat baik  dan karena Allah Kak Akhmad datang kerumah Sarah untuk meminang sarah Apakah Sarah mau jika Kak Akhmad menikahi Sarah?? maukah Sarah menjadi istri kak Akhmad??" lanjut Akhmad sambil menundukan kepalanya.

sarah yang sedari tadi diam tanpa ekpresi, mendengar perkataan Akhmad tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah dimana ucapan dan kata-kata itu berasal. hanya beberapa detik mata Sarah memandang Akhmad sebelum ia kembali ke sikap semulanya. suasana menjadi hening berharap ada sepatah dua kata yang keluar dari mulut Sarah.

"Kak Akhmad salah orang. Sarah bukan orang yang tepat untuk kak Akhmad, Sarah kotor..Sarah sudah tidak suci lagi..bahkan untuk memandang diri sendiripun sarah merasa jijik. Sarah ga pantes untuk Kak Akhmad. masih banyak wanita di luar sana yang lebih pantas untuk kak Akhmad.." kata-kata itu keluar dari mulut Sarah di ikuti dengan isak tangis dan airmata yang menetes di pipinya.

Aku yang duduk di sebelah Sarah tidak tega melihat kondisi Sarah..aku peluk Sarah sekuat tenagaku dan di luar dugaanku Sarah merespon pelukanku.selama ini jika ia di peluk ia hanya bisa diam namun kini ia membalas pelukanku, ia memelukku begitu erat, ia menangis sekuat-kuatnya di bahuku. apakah ini pertanda Sarahku akan kembali seperti dulu. bisikku dalam hati.

"Maafkan sarah kak yang selama ini membuat kakak sedih, Sarah ga tau apa yang sarah yang sarah lakukan, sarah hancur..maafkan sarah kak.."ucap Sarah di pelukanku dengan suara yang tidak jelas karena menahan tangis.

"Sudah lah Sarah..Sarah sudah mau bicara saja kakak sudah amat senang, betapa selama ini kakak rindu ingin mendengar suara sarah, sudah hampir dua bulan kakak tidak pernah mendengar suara sarah."..ucapku

Bak melihat sebuah adegan film yang mengharukan. Rina, Kak Isma pun turut hanyut melihat adegan yang mengharukan itu, Rina dan kak Isma tidak bisa menahan airmatanya, Suasana menjadi hening tak ada seorang pun yang berbicara yang ada hanya suara isak tangis anak manusia.

BERSAMBUNG.....



Jumat, 09 November 2012

Mencintai Itu Fitrah

Bismillah...kali ini aku mau share TL-nya @kadoNikah di twitter dengan hastag #mencintaitufitrah makanya aku kasih judul mencintai itu fitrah. sebelumnya aku sudah minta izinnya sama Miminnya untuk mengshare tulisan ini alasannya saya ingin memotivasi teman-teman yang sudah pada siap nikah biar termotivasi..he..padahal diri sendiri juga belum nikah. jujur ga pake bohong saat membaca cerita-nya aku senyum-senyum sendiri. untung saat baca tulisan itu aku sedang sendiri coba kalau ada orang lain yang lihat bisa divonis orang yang kurang nih..senyum-senyum sendiri depan HP. tapi kayaknya sudah menjadi hal yang lumrah yah MasBro, MbaSis senyum-senyum sendiri sama HP...ayo ngaku MasBro/MbaSis juga suka kan senyum-senyum sendiri? tapi tenang aja MasBro/MbaSis selagi senyumnya masih manis insya Allah masih normal..kok jadi ngelantur yah langsung saja aku share ceritanya. pastikan kalau ga ada orang di depan, belakang, samping MasBro/MbaSis karena di jamin cerita ini akan membuat MasBro/mbaSis senyum-senyum sendiri apalagi yang belum nikah. semoga bisa termotivasi dan cepat-cepat memutuskan untuk menikah #UdahPutusinAja kata Ustadz @Felixsiauw termasuk yang nulis nih. (hmm...jadi malu)Eng..ing..eng.. bukan sulap bukan sihir..simak yah..!!!

Cinta mengandung segala makna yaitu kasih sayang, keharmonisan, penghargaan dan kerinduan. Firman Allah dalam al-Qur'an surat ar-Rum ayat 21"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Allah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. dan di jadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." Betapa indahnya cinta itu, betapa indahnya kasih sayang.

Tersebutlah seorang gadis, Riri namanya. dia wanita yang istiqomah dan memutuskan memakai hijab. Eits..jangan di bayangkan pakai hijabnya jaman sekarang loh. ini era tahun 90-an dimana memakai hijab adalah sebuah perjuangan keras. dan sebutlah seorang pria, Malik namanya.. dia adalah pejuang masjid yang semangat. Malik saat itu adalah seorang pengajar muda, sedang Riri adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan tugas akhirnya. Malik adalah pengajar yang berprestasi, single, tampan, sholeh, dan nyaris semua gadis muda menyukainya.

Riri dan Malik mengerjakan penelitiannya masing-masing, tapi mereka satu ruangan yaitu di ruangan laboratorium. Suatu saat teman Riri menyampaikan,

"Ri.., kamu di panggil tuh ma Kak Malik di laboratorium." Ucap temannya
"Apah?? Waduh salah apa nih penelitianku? Hadduuuh..Ga beres-beres nih tugas akhirku. bisik Riri dalam hati

Rari berlari kecil menuju Lab, di situ sudah ada malik, nguprek dengan alat-alat Lab-nya. tak sedikitpun memandang Riri.

"Iya kak ada apa?" Tanya Riri
"Silahkan duduk dek..mau tanya hari sabtu kamu pulang ke sukabumi seperti biasa?" Ucap Malik sambil mengajukan sebuah pertanyaan kepada Riri
"Hah?? Kok tahu? ada apa??" ucap Riri kaget.
"Oo..kalau begitu nanti saya nyusul kesukabumi ya." Ucap Malik lagi
"Hah? untuk apa kak??" Tanya Riri masih dengan kekagetan dan ketidak tahuannya
"tolong salamin ke orang tuamu, sabtu nanti saya mau meminang kamu."

Cetaaarrrrrrrrrrrrr..serasa di sambar petir, Riri langsung lemas, lutut Riri seakan-akan tidak bertulang. Ia diam  isu tanpa kata. ia tidak menyangka akan mendapat kan berita yang tak terduga hari ini. sama sekali ia tak menyangka akan mendapatkan berita yang sedemikian mengagetkannya. Riri masih diam dalam kebisuannya. suasana hening sesaat tak ada yang bersuara.

"Ya Sudah kamu boleh keluar (dari Lab)..kamu pikir-pikir yah." ucap Malik mencairkan keadaan dan semua itu terucap dari malik dengan kepala tetap menunduk.

kejadian itu membuat Riri galau, dan kaget. Malik, pemuda yang begitu banyak di puj wanita..memilihnya wanita cupu, kikuk dan ga gaul.hampir tiap malam dia memikirkan. buat dia sabtu (3 hari lagi) itu serasa tiga abad, parahnya jum'at ada kuis mata kuliah.Aarrgghhhhh..Riri ingin berteriak, gemas, kaget sekaligus senang dan bahagia campur aduk jadi satu. Riri pun curhat sama sahabatnya tentang hal itu. sahabatnya bilang dia sudah tahu sebab tanpa sepengetahuan Riri, Malik sering tanya-tanya tentang Riri pada kepadanya.

Dan jum'at pun tiba ga ada satu ilmu pun yang nyantol di kepala Riri..kuisnya jeblok....!!!

Tiba deh hari sabtu, Riri menunggu di rumah dengan orangtuanya.Malik dengan sangat jantan datang meminang Riri SEORANG DIRI!!!! Bada isya Malik bertemu dengan orang tua Riri..sedangkan Riri nguping di balik lemari ruang tamu. jam 8....jam 9... jam10...main catur, ngobrol, nonton dunia dalam berita..dan lain-lain di lakoni ayah dan malik. Riri yang nguping di balik lemari jadi mikir. "ini orang jadi ga sih ngelamar..bisanya bikin perasaan orang dag dig dug ajah."

Tepat saat Riri sampai hampir ketiduran, jam setengah sebelas dengan jantan Malik meminta Riri dari orang tuanya. Sang ayah menjawab "TIDAK MENGIZINKAN!!!! Riri kaget bukan kepalang dengan keputusan sang ayah. dengan gagah Malik tahu yang di maksud sang ayah.

"Pak, Riri tidak saya nikahi sekarang, saya tahu saya akan menunggunya hingga ia lulus." Ucap malik

Maka malam itu jadilah Riri wanita yang sudah terpinang oleh Malik, Dalam islam laki-laki tidak boleh meminang wanita yang sudah di pinang orang lain.

Perjuangan Riri dan Malik pun di mulai. selains sahabat Riri tidak ada yang tahu bahwa Malik sudah meminang Riri.

Nah..begitulah, buat Malik semua aktivitas di kerjakan seperti biasanya. bekerja di Lab tanpa menegur Riri, kalaupun berpapasan hanya senyum saja.

Akhirnya kabar itu bocor bahwa Malik telah meminang seorang gadis. sampai pula kabar itu ke teman-teman Riri yang satu jurusan dengannya. saat Riri sedang makan siang, ada dua wanita sedang mengobrol di sampingnya

Wanita 1 : "eh katanya kak Malik sudah lamaran loh"

Wanita 2 : "apa??" siapa ceweknya? beruntung banget."

Wanita 1: "pasti gaul dan cantik"

Wanita 2 : " iya pasti cerdas, kak Malik gitu loh. idaman banyak perempuan, pasti ga sembarangan milih cewek."

Riri cuma menunduk mendengarkannya..hhiikkss..cewek yang di maksud kan aku.

pernah suatu hari ketika ada study tour, yang pacar-pacaran duduk sebangku, sedangkan Riri dan Malik jauh-jauhan meski satu bus. saat yang lain asyik bercanda ria di tempat tujuan study tour, malik hanya "menjaga" keselamatan Riri dari jauh.

Sebagai wanita biasa, Riri pun punya rasa rindu dan cinta yang semakin dalam tapi terpaksa harus terpendam. saat rindu itu membuncah, biasanya Riri jatuh sakit dan pulang ke sukabumi ke rumah orangtuanya. saat itulah Malik menyusul di sana seperti biasa Riri di balik lemari. alik dan ayahnya di ruang tamu. dengan mendengarkan tawa renyah sang kekasih saja merupakan obat buat Riri. dan saat Riri sembuh dia kembali kekampus lagi.

Begitu terus hubungan Malik dan Riri, begitu mulia, begitu suci, setiap Riri sakit tanda rindu, ia pulang malik pun menyusul. suatu ketika Riri sedang menyiapkan "Makhluk hidup" untuk penelitiannya. 3 bulan dia harus memberi makan dan membersihkan kandang. pada suatu ketika ia lupa menyetel suhu. Ceetttaaarrrr... makhluk-makhluknya mati semua. ia nangis karena harus mengulang lagi..tiga bulan terasa trbuang sia-sia.

karena satu Lab, Malik melihat Riri menangis. ia berjalan kearahnya (tanpa ada yang tahu) dan memberikan sapu tangannya dan langsung ngeloyor...takut fitnah.

Akhirnya saat itu tiba. Riri Lulus!!! dan wisuda :D

Seminggu setelah wisuda, Malik sekeluarga datang kerumah Riri menentukan tanggal pernikahan. satu tahun...pertunanagan mereka tidak ada yang tahu sampai saat undangan tersebar. saat undangan di sebar heboh lagi saat tahu ternyata sang wanita adalah Riri..si cupu dan berkerudung.teman-teman se-kost Riri juga heboh..."Wah Riri abis wisudaan langsung boyongan" . banyak nada sumbang tapi banyak juga yang mendukung

Tiba hari H pernikahan. Daaannnn..malam pertama..uhuk..uhuk..Pertama kali nya Malik dan Riri bisa mengobrol mesra

"Terimakasih sudah bersabar dan saling menjaga kehormatan kita, kehormatanmu sayang. aku tahu sifat dasar wanita itu manja, maka dulu aku pernah berazam dalam hati jika sekali saja kamu menggodaku, demi Allah aku akan menjauhimu." Ucap Malik

Riri pun berkata dengan lembut "Masya Allah kita sama. demi Allah aku juga pernah berazzam sekali saja kamu merayuku aku tidak mau kau lanjutkan pinanganmu. ternyaya Allah menjaga kita.. Malam itu pertama kalinya Malik memegang tangan Riri, dan Riri serasa melayang dan saat Malik mengusap ubun-ubun Riri dan mengecupnya Riri serasa naik ke jet coaster meluncur ke awan putih . Surga!!!

Hmmm..segitu baru pegang tangan dan kecup kening lho..selanjutnya..Riri merasa menjadi bidadari di jannah-Nya Allah. kini mereka menjadi orang tua yang hebat dengan anak-anak yang juga luar biasa hebat, semua lima besar di sekolah. semua tepat waktu solat shubuh. alasan Malik jatuh cinta pada Riri karena wanita dulu wanita berhijab itu juuuaaaarrrraaannnngggggggggg banget karena hambatannya besar. malik tahu dari wanita seperti inilah pejuang-pejuang Allah dengan sempurna tercetak. dia mencintai Riri bukan karena alasan nafsu dan pribadi. dia mencintai Riri karena mencintai agamanya dan Rabb-Nya.

Menarik kan ceritanya. sudah terbesit di hati MasBro/MbaSis untuk mencontoh mereka. Tidakkah terbesit di antum dan antunna termasuk ana sendiri untuk seperti mereka. memelihara cinta hingga waktunya tiba, menutup aurat untuk menjaga kehormatan diri. melawan nafsu untuk kesucian diri. Yuuk perbaiki diri untuk mendapatkan cinta yang sejati dan suci. Insya Allah cinta akan mendekati diri ketika kita bisa memperbaiki diri.

Barakalluhufikuma..semoga bermanfaat


Selasa, 30 Oktober 2012

Hubabah Tiflah, Ajari aku berdo'a sepertimu..

Assalamu'alaikum sahabat semua.. sudah lama rasanya saya tidak di blog ini. untuk memanfaatkan waktu luang aku ingin berbagi kisah tentang bidadari bumi, cerita ini saya ambil dari buku 9 kisah wanita sholihah buku yang sangat menarik. meskipun di baca berulang-ulang tak akan pernah bosan. semoga cerita ini mampu memotivasi kita sebagai wanita akhir zaman yang membutuhkan contoh dan tauladan para wanita shalihah masa kini. semoga cerita ini mampu melembutkan hati yang mulai mengeras, menghidupkan hati yang mulai hati. sehingga hati ini mulai bergerak kembali untuk meraih syurga-Nya Allah yang begitu istimewa dan amat berharga.

Lebaran pertamaku di perantauan, tanpa ketupat tanpa opor, tanpa sambal goreng kesukaan, tanpa kue-kue kering makanan khas lebaran. tanpa orang tua, tanpa saudara, tanpa teman-teman sepermainan. tanpa siapapun yang sebelumnya ku kenal kecuali kakak laki-lakiku yg memang bersamanya aku merantau kenegeri orang.

Dengan baju baru yang di belikan kakak semalam, aku berjalan keluar rumah sendirian. kakakku sudah lebih dulu keluar, ada acara Uwadh semacam open hause, silaturahmi antar ulama dan masyarakat.

"Khusus laki-laki" jawabnya ketika ku utarakan niatku ikut bersamanya. maka akupun berjalan sendirian. takbir Idul fitri sudah tidak lagi terdengar. karena selepas solat Ied pagi tadi masjid-masjid sudah berhenti mengumandangkan takbir. dari kejauhan nampak deretan pohon kurma yang sedang tidak berbuah. sekarang musim dingin dan pohon-pohon kurma baru akan berbuah pada musim panas. kabarnya musim panas padang pasir yang biasa di sebut samum itulah yang membuat masak buah kurma, pantas saja pohon kurma tak berbuah di negeri indonesia. angin di sana tidak panas malah sejuk menerpa wajah.

jalanan terlihat lenggang hanya sesekali saja ku lihat mobil-mobil pribadi yg mungkin membawa penumpangnya ber silaturrahmi saling berkunjung pada lebaran seperti ini.

Ku ketuk pintu rumah Ustadzah Zainab Alkhatib seorang Ustadzah dari Taiz, sebuah kota pertanian di daerah Yaman selatan yang kini menetap di Tarim dan mengajar di Daruz Zahro, Ma'had di mana aku bersekolah di sana. suaminya seorang Ustadz dan pengurus Darul Musthofa yayasan yang membawahi Darus Zahro. kebetulan kemarin saat berjumpa dengannya di masjid, sewaktu sama-sama sholat terawih terakhir, beliau mengajakku mungkin karena kasihan terhadap anak baru yang berlebaran sendirian berkunjung kebeberapa orang tua di negeri ini.

senyum Muhammad putra Ustadzah segera menyambutku kala ia membuka pintu.
"kamu halimah dari indonesia yah?" tanyanya dengan dialek arab yang fasih. usianya ku taksir sekitar 7 tahunan.

Aku mangangguk mengiyakan dan iapun segera berlari memberi tahu ibunya setelah sebelumnya mempersilahkan aku masuk dan duduk di ruang tamju. sebuah ruangan tanpa kursi khas negeri arab hanya bantal-bantal tebal tersusun sebagai sandaran.

tak lama ustadzah zainab menemuiku dengan sebaki nampan penuh makanan. ada berbagai jenis halawa, kacang-kacangan, gela dan secangkir teh ni'na minuman khas daerah ini.

Setelah berbasa-basi sebentar menanyakan keadaan dan aku menjawabnya dengan dengan bahasa arab ala kadarnya karena baru kurang lebih satu bulan aku tinggal di negeri ini, ustadzah zainab menerangkan padaku siapa yang akan kami kunjungi hari ini.

"kita biasa memanggilnya Hababah Tiflah katanya.

" Seoarng perempuan tua ahli ibadah yang lisannya tak pernah berhenti berdzikir. orang-orang biasanya  memanggilnya dengan nama itu (dalam bahasa arab artinya bayi) mungkin beliau sampai di masa tuanya masih tetap seperti bayi, tak pernah menyakiti siapa pun."

Rumah itu sangat sederhana kalau tidak malah bisa di bilang papa. tak ada permadani tebal atau sandaran-sandaran empuk layaknya rumah yang lain pada umumnya. hanya karpet tipis yang mulai lapuk menutupi tanah tak bersemen di bawahnya. dindingnya hanya seperoh yang di cat. selebihnya berwarna cokelat asli tanah yang di laburkaan begitu saja. ada tumpukan bantal dan selimut usang di sudut ruang. kurasa di ruangan itu pula mereka biasa tidur dimalam hari. sungguh keadaan yang memprihatinkan. sangat tidak sesuai dengan raut wajah mereka yang menyambut kami kala masuk rumah tadi. senyum mereka begitu lepas tanpa beban, tawa ceria anak-anak kecilpun tetap terdengar, sambutan berupa pelukan di barengi ucapan ahlan wa sahlan terdengar berulang-ulang seolah-olah kami adalah kerabat dekat yang bertandang. sungguh...aku jadi betul-betul menyadari memang benar bahwa kebahagiaan tak selalu di ukur dengan materi.

Sekilar ku dengar Ustadzah Zainab memperkenalkan aku kepada keluarga itu sebelum akhirnya menarik tanganku menemui seorang wanita tua yang bersandar di sudut ruangan.

Wanita itu segera tersenyum demi menyadari keberadaan kami. aku berpikir ini pasti Hubabah Tiflah yang di ceritakan Ustadzah Zainab di rumahnya tadi. Usianya ku taksir di atas tujuh puluhan. kulitnya sawo matang berkeriput.

Dan Ya Allah..

Ternyata dia buta..
Pantas saja dia tidak ikut berdiri bersama yang lain kata menyambut kedatangan kami. aku perhatikan raut wajahnya. dia tidak cantik namun dari raut wajahnya terlihat seolah tak pernah ada beban atau masalah apapun dalam hidupnya. beliau betul-betul seperti bayi. aku diam di hadapannya, tak tahu harus berbuat apa. hingga tat kala ku lihat Ustadzah Zainab duduk dan mencium tangan wanita itu, akupun hanya mengikuti saja di belakangnya. dan sambil ku pegangi tangannya, aku memperkenalkan diri

"Halimah dari indonesia" kataku dengan lahjah yang ketara bukan orang arab tentunya.

Dia membalas memegang erat tanganku lama sekali hingga kurasa hangat tangannya menjalari tanganku. lalu dia meraba-raba wajahku dengan kedua tangannya. mungkin untuk mempermudah dirinya membayangi rupaku.

kemudian di letakkan tangan kanannya di dadaku, dan lalu ia mendoakanku. dia terus berdoa dan tak henti-hentinya berdoa untukku. seolah saat itu tak ada yang lebih penting baginya kecuali aku. perempuan asing yang bahkan baru ia kenal beberapa menit yang lalu. ia masih saja berdoa dengan satunkalimat yang sederhana. Ya, ia berdoa dengan satu kalimat saja. satu kalimat doa yang tak akan pernah ku lupa. apalagi tat kala kemudian  diiringinya doa tersebut dengan linangan air mata. sungguh membuat aku terpana, lemas tak mampu bahkan untuk mengangkat tanganku mengaminkan doanya..

"Semoga Allah tak akan pernah tega menyengsarakanmu, anakku..." doa itu terus di ulangnya berkali-kali dengan cucuran airmata...

Ya Allah sampai kapanpun, dimanapun, jangan pernah tega menyengsarakan hidupnya..." katanya lagi dan lagi dengan airmata yang membanjiri wajah tuanya. membuatku tak kuasa membendung luapan airmata dan aku pun ikut menangis terguguk di lantai itu juga.

"Ya Allah kabulkan doanya." teriakku dalam hati. jangan tega menyengsarakan aku sekarang, nanti dan selamanya, disini dan di sana. di dunia ini atau pun hari setelahnya.

Tangisku tumpah ruah. ku kutuki diri dan dosa-dosa yang cukup membuat Allah murka dan berkemungkinan membuatku sengsara. aku malu atas gunung-gunung dosa yang ku timbun tak habis-habisnya.

"Ya Allah, dan maafkan aku yang tak mengerti bagaimana berdoa pada-Mu. maafkan aku yang jika untuk keselamatan diriku sendiri harus ada orang lain yang memohonkan dengan linangan airmatanya. sesuatu yang bahkan tak ku ingat pernah ku lakukan."

"Dan terimakasih Ya Allah...Kau perkenalkan aku pada wanita ini yang berdoa untukku ribuan kali lebih baik dariku."

"Terimakasih untuk airmata kesungguhannya yang tak mungkin ku dapat dari orang-orang yang mengaku mencintaiku sekalipun."

"Terimakasih pulah telah Kau bawa aku kerumah ini. rumah yang aku yakini di mata malaikat-malaikat-MU lebih indah dari rumah bermarmer mewah namun peghuninya tak pandai mensyukuri nikmat-Mu."

"Terimakasih Ya Allah untuk sebuah pelajaran berharga."


Kisah nyata penulis di ambil dari buku Bidadari bumi 9 kisah wanita sholihah penulis Halimah Alaydrus




Sabtu, 09 Juni 2012

Ketulusan Cinta Doni Untuk Syifa (cerpen)

Sinar mentari pagi bersinar dengan penuh kehangatan, semilirnya angin yang tertiup masuk ke kamarku melalu jendela yang aku biarkan terbuka menerpa wajah dan kulitku. udara pagi seakan - akan memberi motivasi baru untuk aku menjalani hari dengan penuh semangat

Jam dinding menunjukkan pukul 07.00 aku bergegas kekamar mandi membersihkan diri dan mempersiapkan diri menjalani aktivitas keseharianku. 


Ku pilih gamis berwarna hitam dan jilbab panjang berwarna Salem dipadankan dengan cadar tali berwarna hitam, ku kenakan pakaian itu dengan penuh percaya diri tidak lupa aku membaca doa sebelum memakai baju, sesekali aku lihat wajah dan penampilanku di cermin yang terpasang dinding kamarku.

Aku sangat bersyukur lahir sebagai seorang muslimah, orangtuaku mengajariku akan pentingnya menutup aurat sejak dini, aurat wanita merupakan kehormatan bagi seorang wanita yang perlu di jaga, menutup aurat juga merupakan bentuk keimana dan ketaatan seorang hamba kepada Rabb-Nya.

"Alhamdulillah sudah siap saatnya aku berangkat.." bisikku lirih di dalam hati sambil bibirku tersenyum kecil melihat penampilanku sendiri.
"Ummi, Syifa berangkat dulu yah?" Teriakku dari ruang tamu depan

"Syifa kamu ga sarapan dulu?"

"Ga deh Mi dah telat nih nanti Syifa sarapan di kantin aja?"

"Ya udah hati-hati nak..eh..eh tunggu syifa." Teriak ummi dari dapur sambil menghampiri Syifa.

"Kenapa Mi.."Ujarku

"Kamu ini kebiasaan berangkat ke kampus lupa untuk mengucap salam dan mencium tangan ummi.. "

"Iya Mi, maaf Syifa lupa lagi."

Ku cium tangan Ummiku, senang rasanya mempunyai Ummi yang selalu mengingatkan aku di kala ku terlupa, selalu menasehatiku selalu aku melakukan kesalahan. Ya itulah Ummiku, seorang Ummi yang paling baik dan paling berjasa dalam hidupku.

Hari ini aku harus datang ke kampus lebih awal, karena aku tidak mau ketinggalan jam pertama perkuliahanku, entah mengapa aku suka banget dengan cara mengajarnya Pak Hedi. sampai-sampai aku memasukkan Pak Hedi sebagai Dosen favorite ku. Ku percepat langkahku menuju halte terdekat, jalanan sudah ramai, berbagai macam kendaraan berlalu lalang di jalan raya, dari metromini, bus antarkota, mobil pribadi bahkan motor pun tak mau kalah bersaing dengan kendaraan lainnya.bahkan di titik-titik tertentu sudah nampak kemacatan. Kapan yah jakarta bebas dari macet, bisikku di dalam hati.

Sudah hampir lima belas menit aku berdiri menunggu di dalam halte namun bus yang aku tunggu belum juga datang, berulang kali ku lihat jam yang ada di tanganku, keresahan kini mulai menyerangku, rencanaku hari ini tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan, aku bakal terlambat sampai kampus, tidak mungkin rasanya aku sampai ke kampus hanya dengan 15 menit sedangkan jarak antara kampus dengan halte ini lumayan jauh, ku buka tas gendongku ku lihat isi dompetku, hanya ada uang 50 ribu jika ku pakai untuk naik taksi aku bakalan tidak makan hari ini. Tadi sarapan yang Ummi tawaran aku tolak. Mau puasa, tadi sudah kelewat minum air. Ku tarik nafas panjang mencoba untuk berdamai dengan keadaan yang ada

Sedang dalam kebingungan yang tidak tau bagaimana cara memecahkannya, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan dengan warna yang begitu mengkilap berhenti tepat di depanku. Aku kenal betul siapa si-empunya mobil itu, cowok kampus yang norak, yang gayanya slenge-an, yang kerjanya ngibulin cewek-cewek di kampus, pokoknya banyak banget julukan untuk cowok yang satu ini. Merasa dirinya paling cakep tapi kenyataanya jauh dari perkiraanya. Entah mengapa aku begitu sebal dengan kelakuannya. Setiap hari aku tak pernah lekang dari godaanya.Sudah pakai hijab panjang pun aku masih tetap jadi sasarannya juga.

"Hai Syifa cantik, lagi nungguin bus yah, bus nya ga bakalan datang tadi soalnya sopirnya bilang ke gue katanya hari ini mau cuti bersama. "ucapnya di barengi dengan suara tawa teman-temannya.

Ku palingkan wajahku, mencoba untuk tidak menanggapi perkataanya. Ku coba menahan emosiku untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang menurunkan martabatku sebagai wanita muslimah. Ku gerakkan kaki ku mencoba untuk menjauh darinya. Beberapa langkah aku mundur ke belakang, pandangan mataku ku alihkan jauh-jauh, aku tidak mau memandang wajah seorang cowok yang tidak tau adab kesopanan. Apalagi agamaku melarang untuk itu.

"Ayo-lah ikut gue jangan suka jual mahal gitu deh, lagian loe bakalan terlambat kalau ga ikut mobil gue, emang loe mau nunggu bus sampai kapan? Bisa bengkak-bengkak nanti kaki loe karena lama berdiri di situ." Selorohnya lagi masih dengan nadanya yang sok cool and sok care

Aku masih dalam diamku, aku tak mau peduli dengan apa yang ia katakan, lebih baik aku menunggu berhari-hari di sini dari pada harus ikut dengan mereka, kalau aku sampai luluh dan menuruti ajakan mereka sama aja aku masuk kekandang macan, sama aja aku dengan bunuh diri. Tidak sudi banget. Bisikku dari dalam hati.

Melihatku diam tanpa respon apapun dariku akhirnya ia pun pergi berlalu meninggalkan aku. Aku sedikit bisa bernafas lega, terlintas di benak pikiranku untuk memakai jasa tukang ojek. Dalam keadaan gawat darurat tidak apa-apa rasanya untuk naik ojek, toh aku duduknya juga tidak bakalan nempel-nempel sama tukang ojeknya. Gumamku membela diri.

****###****

"Don, loe ngebet bangat sih sama tuh cewek, sudah jelas-jelas dia nolak loe masih aja loe deketin, jangan-jangan loe jatuh cintrong sama dia." Celetuk salah seorang Doni di barengi suara tawa-tawa teman-teman lainnya.

"Gue jatuh cinta sama dia ga banget lagi, gue cuman penasaran aja sama cewek itu, selama ini ga ada cewek yang terang-terangan nolak gue, secara gituloh apa sih yang kurang dari gue, tampang gue OK, dompet gue tebel, mobil gue mewah, orangtua gue kaya raya, cewek mana coba yang ga mau sama gue. Tapi cewek ini berani betul nolak gue, belum tau gue ini siapa. Gue kalau dah mau pasti gue dapetin.." Ucap Doni dengan nada yang begitu serius

"Gue berani jamin malam minggu ini gue pasti bisa jalan bareng sama dia.." Lanjut Doni

"Loe yakin bakalan bisa melunakan hatinya..?ucap Roy

"Nekat bener loe Don." Celetuk teman yang lain

"Kalian lihat aje.. Malam minggu akan gue datangi rumahnya. Dan jika misi gue sukses, gue akan traktir loe semua sampai puas.."

"Oke..Sipp..kalau itu gue mau.." Jawab teman-temannya hampir bersamaan.

***###****

Malam kian larut, suasana rumah Doni sudah nampak sepi, Pak Darjo dan Mbok Min sudah pun terlelap dalam tidurnya, merangkai mimpi-mimpinya, hanya sesekali terdengar suara Satpam sedang bercengkerama. Namun sementara itu di sebuah kamar yang amat luas Doni belum bisa memejamkan matanya. Ia masih teringat kata-katanya tadi, bahwa ia akan mendatangi Syifa ke rumahnya malam minggu ini. Sebenarnya ia tidak yakin dengan perkataannya itu, namun apa yang membuat seyakin dan se-nekad itu pun ia sendiri pun tak tau.

Apa yang harus aku lakukan untuk besok, persiapan apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus membawa bunga, cokelat atau puisi untuk menaklukannya? Apa ia akan semudah itu takluk kepadaku? Rasanya tidak. Syifa bukan seperti cewek kebanyakan. Ia tidak bakalan mempan dengan rayuan gombalku. Terus apa yang harus aku lakukan. Berbagai pertanyaan yang tidak ada jawabannya kini bermain-main di otaknya.

Entah siapa yang menggerakkan tangan Doni di atas keyboard laptop mininya, Tangannya kini begitu lincah menari di atas keyboard, Doni yang terkenal urakan,cool, funky kini berubah menjadi seorang puitis dan melankolis. Apakah sosok Syifa yang membuatnya kini pandai merangkai kata. Ataukah hanya sifat ego-nya yang membuat ia harus melakukan itu demi nama baiknya di depan teman-temannya.

Bulan...
Engkau cantik namun ada yang lebih cantik darimu

Bulan..
Sinarmu begitu cerah namun sinarmu masih terkalahkan oleh sinar yang terpancar dari wajahnya

Syifa nama gadis itu
Gadis berkerudung putih yang aku lihat tempo hari
membuat aku terpesona dan terpana
Tuturkatamu yang lugas mampu membuatku layu
Tingkah lakumu yang sopan membuatku selalu di landa kerinduan

Syifa..
Engkau sungguh beda dengan wanita kebanyakan
Ketika kebanyakan wanita tak pernah menolak jika aku meminta
Namun..engkau begitu tegas dan lugas menolakku

Syifa..
Engkau bak bunga mawar berduri
Engkau indah namun terlalu sulit untuk diri ini menjamahmu
Engkau Laksana matahari
Yang kehadiranmu selalu aku tunggu dan selalu aku nanti

Syifa..
Aku tak bisa memungkiri hatiku
Kehadiranmu di kampus telah mengubah pola pikirku
Meskipun sampai kini aku belum berani mengakui di depan teman-temanku
Bahwa bunga-bunga cintaku padamu
Kini mulai bermekaran hatiku.

Syifa..
Suatu saat engkau akan tau kesungguhan hatiku
Bahwa aku ingin mendapatkanmu
Bukan hanya untuk hari ini
Namun untuk selamanya.

Syifa..
Engkau cantik dengan busana muslimahmu
Engkau sangat berharga dengan hijabmu
Maafkan aku yang selalu menggodamu
Satu yang perlu engkau tau
Aku lakukan itu karena aku hanya ingin mendapat perhatianmu

****####****

Seusai Sholat maghrib aku, abah dan Ummi berkumpul di ruang tamu, seperti biasa setiap sabtu malam abah dan Ummi selalu memberi pencerahan padaku, sebagai anak perempuan satu-satunya aku mendapatkan perhatian yang khusus dibandingkan abangku, apalagi sekarang yang tinggal dengan mereka hanya aku, jadi panteslah lah kalau dia begitu perhatian sama aku.

"Nak, kamu sekarang sudah dewasa sudah seharusnya kamu mengetahui apa kodrat seorang wanita.." Ucap abah memulai pembicaraan

"Wahai anakku sudah saatnya kamu mulai memikirkan masa depanmu sebagai seorang wanita sudah pasti engkau akan meninggalkan rumah abah dan ummimu kelak jika kamu menikah, kamu akan ikut suamimu yang mungkin sebelumnya belum kamu kenal. maka jadilah kamu pelayan setia untuknya., niscaya nanti dia akan setia kepadamu."

Aku begitu serius mendengarkan apa yang abah ucapkan, abahku selalu rutin menasehatiku setiap akhir pekan, abahku tak jera-jeranya mengingatkanku tentang statusku sebagai anak gadis yang wajib menjaga diri dan kehormatan. senang rasanya mempunyai orangtua yang begitu care sama aku, karena aku merasa betapa banyak seorang anak yang tidak seberuntung diriku.

Sedang asyik dan serius mendengar ceramah dari abah, terdengar bunyi bel di luar rumah..ummiku secepat kilat beranjak di tempat duduknya, namun aku menahannya memberi isyarat kepada ummi.

"Ummi..biar syifa aja yang membukakan pintunya..Ummi duduk aja temenin abah ngobrol.."pintaku

Betapa terkejutnya diriku ketika kulihat seseorang yang berdiri di dekat pintu itu ternyata cowok slenge-an yang amat menyebalkan. aku mencoba untuk menutup kembali pintu yang sudah terbuka namun kedua tangannya menahannya sehingga usahaku untuk menutup kembali pintu itu sia-sia belaka...

"Syifa..please kasih gue kesempatan untuk ngomong ama loe. "pinta Doni dengan nada yang amat serius

"kamu ga bosen-bosennya yah goda-in aku, malahan sekarang kamu dah berani datang kerumahku, "ucapku dengan nada emosi

"Please.. kali ini aja..please..please..please..kasih aku kesempatan untuk bicara sama kamu.."

sejak kapan yah aku jodi sopan seperti ini sama cewek bicara aja ga pake gue and loe lagi, sejak kapan juga aku belajar ngomong aku dan kamu sama cewek..masa bodoh ah.. yang penting malam ini aku harus bisa mendengar suara syifa yang begitu merdu itu, gumam Doni dalam hatinya.

"Oke..aku kasih waktu lima menit tidak kurang dan tidak lebih.."

"kok cuman lima menit mana cukup untuk mengobrol.."

"mau ga, sudah untung aku kasih kesempatan, kalau ga mau silahkan pulang dan jangan pernah kembali lagi kerumahku ini." ucapku masih dengan nada yang sinis

"oke deh..tapi sebelumnya terimalah pemberianku ini dulu.." ucap Doni sambil menyerahkan setangkai bunga mawar, sekotak cokelat berbentuk hati dan sepucuk surat berwarna pink

"apa ini?"

"Ini adalah lambang cintaku padamu, maukah kamu jadi pacarku?"

Telingaku bak mendengar bunyi petir yang menggelegar, berani-beraninya ini orang ngajakin pacaran emang aku perempuan apaan, dasar laki-laki tidak tau aturan.

"Sudah ngomongnya..sekarang giliran aku yang ngomong yah..kamu tau kalau aku itu paling anti yang namanya pacaran, jika emang kamu cowok gentle jangan ngajakin aku pacaran tapi ajak aku nikah."

"Beneran kalau aku ajaki nikah kamu bakal menerimanya ?" tanyanya dengan nada kegirangan

"kamu tau apa syarat agar bisa menikahi aku?"

"apaa tuh syaratnya."

"Hafal al-Qur'an setidaknya dua juz dalam al-Qur'an. bisa??

Beberapa lama Doni terdiam tak ada jawaban dari mulutnya, ia tak tahu jawaban apa yang akan di berikan atas pertanyaan Syifa, apakah ia lebih baik mundur secara terang-terangan atau terus maju. ya, hanya ada dua pilihan maju atau mundur.

melihat Doni terdiam bak patung yang bernafas Syifa kembali melanjutkan perkataannya.

"aku tau kamu ga bakalan sanggup dengan syaratku, jadi lebih baik kamu pulang saja, tak ada gunanya lama-lama dirumahku. sebelum abah dan abiku keluar sebaiknya kamu tinggalkan rumahku secepatnya.

"Tunggu dulu Syifa, aku terima tawaranmu namun aku minta waktu, kasih waktu aku dua tahun agar aku bisa belajar dan bisa menjadi sosok pria yang kau inginkan.."

"oke aku kasih waktu dua tahun, datanglahlah dua tahun lagi di jam yang sama di tanggal yang sama dan dibulan yang sama.

******
Jam dinding di kamar ku menunjukan pukul 07.00, sinar mentari pagi yang masuk kekamarku melalui jendela kamar mulai menghangatkan tubuhku, bau masakan ummi pun kini mulai tercium oleh hidungku. Pagi ini entah kenapa kepalaku rasanya sakit banget, semenjak subuh sampai sekarang rasa sakit ini tak jua kunjung pergi, padahal obat penahan rasa sakit sudah aku konsumsi.

Tadi malam semenjak kepergian Doni dari rumahku, aku teringat terus dengan perkataanku padanya. Sebuah perkataan yang merupakan sebuah janji. ya..sebuah janji untuk menunggu kehadiranya kembali dua tahun kemudian meskipun janji itu tidak aku ucapkan terus terang.. Apakah aku bisa untuk menantinya? Apakah benar dia bisa berubah dan memenuhi syarat itu? Ataukah kata-katanya untuk memenuhi syaratku hanya sekedar penghias bibirnya semata, karena tak ada yang bisa di percaya darinya, dia tidak lebih dari seorang lelaki yang suka memanfaatkan kelemahan wanita. Jika ia benar-benar memenuhi semua syarat-syaratku siapkah aku untuk menjadi istrinya? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat ku tidak bisa tidur semalaman. Mungkin itu salah satu penyebab kenapa kepalaku di serang rasa sakit yang begitu berat pagi ini. meskipun aku rasakan akhir-akhir ini sakit kepala sering menyerangku.

Aku coba untuk bangun dari tempat tidurku, kupegangi kepalaku dengan kedua tanganku, namun sia-sia belaka rasa sakit yang begitu berat membuatku tak kuasa untuk bangun dari tempat tidurku. Kali ini sakit kepalaku tidak seperti biasanya, aku merasakan sakit kepala yang amat dahsyat. Karena kondisi ku yang kurang sehat akhirnya aku memutuskan untuk tidak pergi kekampus, aku memilih untuk beristirahat sampai sakit di kepalaku benar-benar sembuh.

****

Suasana kampus nampak sepi, hanya terlihat beberapa mahasiswa sedang asyik mengobral di taman depan kampus, ku langkahkan kakiku menuju perpustakaan. Hari ini aku datang ke kampus agak siang di karena kan pagi tadi aku sempat check-up kesehatanku di rumah sakit, meskipun aku belum tau hasilnya namun setidaknya tanda tanya besar tentang sakit kepala yang sering aku rasakan akhir-akhir ini akan segera kuketahui.

sebulan semenjak kejadian itu, Doni tidak pernah kelihatan lagi di kampus. Menurut kabar dari teman-temannya Doni pergi tanpa kabar, ia pergi begitu saja tanpa pamit pada teman-temannya. Tapi menurut kabar dari orangtuanya Doni kini tinggal di rumah pakde dan Budhe nya di jawa timur.

Apakah kepergiaan Doni ke jawa timur untuk menggali ilmu agama ataukah sekedar pelarian saja, aku sendiri pun tak tau. Bisikku lirih dalam hati. Kepergiannya yang mendadak sontak membuat tanda tanya besar bagi teman-temannya. Mereka tidak pernah mengira kalau ketua gank-nya bakal pergi tanpa alasan yang pasti. Yang jelas semenjak kejadian itu aku tidak pernah melihat batang hidungnya lagi.

**********************

"Syifa Nur chasanah Jamil." Panggil salah seorang suster rumah sakit dengan ramah.

Mendengar namaku di panggil aku langsung beranjak dari tempat dudukku, ku langkahkan kakiku menuju sebuah ruangan yang kecil dan nyaman yaitu tempat di mana dokter Faisal berada. Aku memilih duduk di depannya, di sebuah kursi yang memang sudah di sediakan untuk pasien dan tamunya. Senyum Dokter Faisal dan Suster Hanni yang ramah membuat kegugupan dan kekhawatiranku hilang ketika.

"Assalamu'alaikum Dokter.."Sapaku penuh keramahan.

"Wa'alaikumus salam.." Jawabnya.

"Syifa, sejak kapan kamu merasakan sakit di kepalamu?" Tanya dokter Faisal kepadaku dengan nada yang cukup serius membuat rasa takut kembali menyerangku.

"Sudah hampir tiga bulan ini Dok, emang ada apa dengan kepala saya Dok, apakah saya mempunyai penyakit yang serius?"

"Syifa, saya harap setelah kamu mengetahui hasil pemeriksaanmu, kamu tidak berputus asa dan putus harapan. Karena permasalahan penyakitmu sudah amat serius."

"Katakan saja Dok, insya Allah saya akan tegar seburuk apapun penyakit yang saya derita. Karena saya sendiri pun sebelumnya sudah merasa kalau rasa sakit di kepalaku bukan sakit yang biasa"

Kusembunyikan kesedihanku sebisa mungkin , aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar, aku berusaha agar airmata ini tidak jatuh di hadapan Dokter Faisal. Meskipun Ia belum mengatakan hasil pemeriksaan yang sebenarnya padaku namun aku sudah bisa menebak bahwa sakitku lebih parah dari yang aku kira.

**********************

"Syifa, kamu mengidap kanker otak stadium 4, kamu harus melakukan operasi secepatnya, jika tidak di lakukan operasi maka kanker di kepalamu akan menjalar keseluruh kepalamu. Dan akibatnya syaraf-syaraf di aotakmu akan terjepit."

Ku sandarkan tubuhku di dinding kamarku, butiran-butiran airmata kini mulai menetes di pipiku, aku tak bisa menahan kesedihanku, aku lemah aku tak perdaya menahan semua ini. Cobaan ini begitu berat untukku, aku takut..aku belum siap dan aku belum ikhlas menerima ini semua. bagaimana dengan orangtuaku, bagaimana caraku untuk menyampaikan berita ini kepada mereka, aku tak sanggup jika menahan beban ini seorang diri, aku perlu dukungan, aku perlu pelukan abah dan ummiku, aku perlu mereka untuk berbagi rasaku..Ya Allah kenapa Engkau memberikan cobaan seberat ini padaku..bisikku dalam hati seakan-akan protes akan ketentuan-Nya.

**************

"Syifa anakku,hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia. " Nasehat Abah ku ketika ku katakan kepada beliau tentang penyakitku.

Abah begitu tegar menerima kenyataan ini, beliau begitu ikhlas dengan cobaan yang Allah berikan, tak terdengar pun kata keluhan dari lisannya. Yang sering terucap hanya kata sabar..sabar dan sabar. Tak ada gunanya untuk mengeluh, tak ada gunanya juga menentang takdir-Nya, semua sudah terjadi dan tak bisa di tarik kembali.

Berbeda dengan Ummi, beliau begitu terguncang dengan kabar yang aku sampaikan kepadanya, Beliau begitu sedih, airmata tak jua berhenti mengalir, beliau tak menyangka kalau anak perempuan satu-satunya harus menderita penyakit yang cukup parah. Aku yang saat itu duduk di sebelahnya pun tak kuasa menahan airmata ini, ku dekati ummiku dan ku peluk dirinya, aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya.

"Ummi, sudah Mi jangan buat Syifa bertambah sedih, Syifa butuh dukungan dari Ummi, jika Ummi lemah seperti ini bagaimana dengan Syifa nanti, Syifa butuh semangat dari Ummi dan Abah agar Syifa bisa melalui episode hidup ini. " Ucapku

"Syifa bener Mi, kita boleh bersedih tapi jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Abah juga sedih Mi, tapi kesedihan ini tidak akan merubah takdir Allah, ingat Allah tidak akan pernah memberikan cobaan kepada hamba-hamba-Nya melebihi batas kemampuannya, Allah memberikan cobaan ini karena DIA tahu kita mampu untuk menerimanya. Abah yakin cobaan ini akan berlalu, kesedihan ini akan berubah menjadi kebahagiaan, dan rasa sakit yang syifa rasakan akan berubah menjadi karunia yang besar.dan ingat janji Allah sesudah kesulitan pasti akan ada kemudahan. "Abah berusaha untuk menghibur Ummi sebisa mungkin

Kini sedikit demi sedikit aku mulai ikhlas dengan takdirku, ku jalani hari-hariku semampuku, ku coba jalani peranku dalam hidup ini sebaik mungkin. Aku mencoba tegar menghadapi takdir, tak mungkin Allah menzolimi hamba-hamba-Nya. Dan aku yakin aku bisa menghadapi semua. Karena Allah Maha tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya.

****#########************

Sementara itu di salah satu pondok pesantren terkenal di jawa timur Doni nampak begitu serius belajar ilmu agama. Dari al-Qur'an, al-Hadits sampai kitab-kitab rujukan ia pelajari. Kini sudah menginjak tahun yang ke dua Doni menekuni kehidupannya yang baru. ia sungguh berbeda dengan Doni yang dulu. Gayanya yang slenge-an, funky dan cool tidak terlihat dalam dirinya lagi. Ia sekarang lebih suka memakai sarung, peci dan baju kokonya, bahkan masjid kini menjadi tempat kesukaannya, membaca al-Qur'an menjadi hobbynya dan menghafalkan hadits menjadi makanan kesehariannya.

Keheneningan malam yang sunyi. Tatkala manusia terlelap dalam tidurnya, Dirumah Allah yang penuh kedamaian, seorang anak manusia sedang khusyuk dalam sholatnya, berdua-duaan dengan kekasih hatinya. Menikmati sujud panjangnya. Menikmati keindahan berkhalwat dengan Rabb-Nya. Seorang pemuda yang kini telah mendapat Hidayah dan karunia-Nya yang agung. Seorang pemuda yang demi mengejar cinta manusia rela melakukan segalanya. Pemuda itu tidak lain adalah Doni. Meskipun Kehadirannya di tempat ini awalnya hanyalah sebagai pelarian, dan sebuah tuntutan yang harus ia lakukan demi mendapatkan cinta seorang gadis. Namun pelarian itu Allah sambut dengan Hidayah-Nya. Hidayah yang begitu indah yang tidak bisa di bayangkan oleh akal dan logika.

Ia mulai menengadahkan wajahya, mengangkat kedua tangannya, lisannya melantunkan bait-bait do'a yang indah, airmatanya menetes membasahi pipinya, airmata taubat dan penyesalan. Airmata yang kelak akan menjadi saksi di alam akhirat. Dengan kesungguhan hatinya ia meminta kepada-Nya, ia bermunajat kepada Sang Penggenggam hidupnya

Ya Allah..
Betapa diri berlumur dosa dan maksiat
Ku akui dosaku menggunung tinggi
Namun aku yakin rahmat dan pengampunan-Mu seluas langit dan bumi
Ampuni aku Ya Allah.

Ya Allah..
Terimakasih atas semua nikmat yang telah KAU berikan padaku
Terimakasih KAU telah menunjukanku kejalan yang lurus
Ketika ku berdiri di persimpangan jalan
Ketika aku tak tau arah mana yang akan ku tempuh
Kau hadir dengan sejuta rahmat-Mu

Ya Allah..
Awalnya aku datang kepada-Mu hanya sebagai pelarianku
Namun KAU balas pelarianku ini dengan hidayah-Mu

Ya Allah..
Kini aku tau apa tujuan Engkau menciptakanku
Tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk beribadah kepada-Mu

Ya Allah..
Terimakasih Engkau telah mempertemukanku dengan seorang gadis yang luhur budi pekertinya
Seorang gadis yang mengantarkanku kepada hidayah-Mu

Ya Allah..
Jika Engkau izinkan aku ingin mempersuntingnya
Jika Engkau izinkan ia menjadi pendamping hidupku
Mudahkan jalannya Ya Allah
Dan kutitipkan cintaku padanya hanya kepada-Mu

Ya Allah..
Jagalah dia
Naungilah dia dengan naungan-Mu
Tuntunlah langkah-langkahnya
Istiqamahkan dirinya
Dan tegarkan lah hatinya di kala ia rapuh
Sehatkan jasad dan Rohaninya.

Ya Allah..
Kini ku sematkan cinta di hati ini hanya untuk-Mu
Ampuni niat-niat ku yang salah selama ini
Tuntun dan lindungi aku selalu agar aku tidak mudah tergelincir dalam meniti hidup ini

*******
"Kawan..
Suatu ketika kita pernah jatuh cinta
Suatu ketika kita mungkin pernah jatuh hati
memendam rasa kepada seseorang yang kita kagumi.

Namun..
Banyak sekali yang salah mengekpresikan cinta
Sehingga ia terpedaya oleh cintanya

Sahabatku..
Mari kita alihkan energi cinta kita
Bukan untuki melihat bukan hanya untuk memikirkan bahwa dirinyalah yang terbaik bagi kita

Namun..
Untuk memepersiapkan sehingga jika suatu saat Allah telah memberikan pada kita satu yang tepat untuk diri kita
Kita akan berkomitmen dengan dirinya

Sahabatku..
Para pecinta sejati bukanlah ia yang mengumbar-umbar pesona cintanya
Namun..
Para pecinta sejati ialah ia yang siap komitmen memberikan cintanya hanya untuk yang halal bagi dirinya

Saudaraku..
Mari kita bngun cinta hingga cinta kekal sampai ke syurga."

Lagu Nasyid dari negeri jiran yang berjudul jangan jatuh cinta yang aku putar di tape recorder kini mengalun indah di kamarku, lirik-lirik nya mampu membuatku terhanyut oleh perasaanku sendiri, perasaan seorang wanita yang merindukan sosok kekasih hati. Sesaat ku teringat dengan nya. Sosok pemuda yang hampir dua tahun yang lalu bertandang kerumahku, sosok pemuda yang bergaya cool dan funky telah berjanji akan datang lagi setelah dua tahun dengan memenuhi syaratku. Terlintas akan pemberiannya malam itu,setangkai bunga mawar yang aku tolak, satu kotak cokelat berbentuk hati dan sepucuk surat bersampulkan amplop berwarna pink. Aku buka laci meja kecil sebelah tempat tidurku. Nampak kedua benda itu masih bergeletak sama persis seperti waktu pertama kali aku menyimpannya. Aku belum lagi menjamahnya, surat itu belum pernah aku buka begitu juga dengan cokelat itu, kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini membuat ku hampir melupakannya. sekilas ku pandangi kedua benda itu, ku gerakkan tanganku, ku beranikan diri untuk mengambil dan membukanya.

"Maaf Syifa jika aku mencintaimu dan berkeinginan memilikimu "

Butiran-butiran kristal di kedua mataku jatuh menetes di atas selembar surat yang aku pegang. Ternyata selama ini aku salah besar berprasangka buruk tentang isi surat itu. Bukan puisi, bukan juga rayuan gombal seperti yang aku kira. Setitik kerinduan kini menyelinap hatiku, rasa mengharap ia datang kembali kini menyeruak di dalam sanubariku. Entah kenapa perasaan itu tiba-tiba hadir. Apa karena tulisan yang barusan aku baca atau memang selama ini tanpa aku akui aku mengharapkan kedatangannya.

"Doni, dimana kamu sekarang? Apakah kamu sekarang sedang bekerja keras untuk memenuhi syarat-syaratku ataukah sekarang kamu masih seperti dirimu yang dulu, memanfaatkan setiap wanita yang menyukaimu? Bagaimana jika ia datang sesuai dengan janji dan syarat yang telah di sepakati, apa yang akan aku katakan padanya, aku bukan Syifa yang dulu, Syifa yang sekarang adalah Syifa yang penyakitan, jangankan untuk mengurus suami mengurus diri sendiri aja aku masih butuh bantuan orang lain." Pertanyaan-pertanyaan yang aneh mulai masuk ke pikiranku.

***

"Syifa sudah siap belum, sudah sore ini nanti keburu hujan, kita sudah janji denga dokter Faisal untuk datang Therapy sore ini." Teriak Abangku dari luar kamar.

"Iya Bang, Syifa lagi ganti baju nih..?"

Cepat-cepat aku hapus sisa airmata yang masih menempel di pipiku, ku simpan kembali surat yang dari tadi ku pegang. Ku berbegas merapikan diri guna pergi therapy bersama Abangku. Sudah hampir satu tahun ini aku rutin mengikuti therapy yang di sarankan oleh Dokter dan alhamdulillah hasilnya kini rasa sakit di kepalaku jarang menyerangku meskipun aku harus kehilangan rambutku akibat dari therapi itu. Semua itu tidak lepas dari jasa abangku dan kedua orang tuaku. Terutama abangku yang terpaksa menunda S2 nya hanya demi aku. Ia lebih memilih pulang ke indonesia dari pada meneruskan sekolahnya di Madinah. Sampai kini aku masih kelihatan sehat meskipun daya tahan tubuhku tak sekuat dulu. Jika kesehatan terus-terusan membaik aku akan segera operasi. Selepas wisudaku nanti.

*********#####***********

"Anakku, jangan kamu terlalu mencintai dunia karena dunia ini akan hancur, dan kesenangan didunia hanyalah tipuan semata, jangan kamu sibuk dengan urusan dunia lalu kamu lupa akhiratmu.ingatlah firman Allah dalam surat ali-Imron ayat 185 yang artinya :"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." Nasehat Kiai besar pondok saat aku berpamitan untuk kembali ke jakarta.

Kucium tangan beliau beribu terimakasih aku ucapkan, sungguh sangat besar pengorbanan beliau dalam mendidikku, berkat keuletan dan kesabaran serta kegigihan beliaulah aku menjadi seperti sekarang ini. Rasanya sebanyak apapun terimakasih yang aku ucapkan padanya tidak akan pernah sepadan dengan ilmu yang aku dapat. Dua tahun rasanya belum cukup untuk aku menimba ilmu di tempat ini. Masih terlalu banyak yang harus aku pelajari. Namun janjiku pada seseorang membuatku harus meninggalkan pondok ini untuk sementara waktu. Ya sementara waktu Karena aku masih selalu berharap suatu saat bisa datang ketempat ini lagi.

Ku langkahkan kakiku keluar dari pondok ada perasaan bahagia menyelimuti hatiku, perasaan yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Hatiku merasa tenang setelah aku belajar ajaran agama-Nya. Kini langkahku semakin mantap untuk meniti kehidupan. karena hidup adalah perjalan panjang menuju akhirat yang kekal.

********************

10 juni 2012 pukul 19.30 tepat dua tahun yang lalu janji itu telah terucap, janji untuk meminang seorang gadis dengan syarat hafal 2 juz dalam al-Qur'an, kini ku telah siap untuk mendatangi ia kembali guna memenuhi syarat yang telah di sepakati. Gumam Doni dalam hati.

Ku parkirkan mobilku tepat didepan rumah Syifa, ku pandangi rumah nya yang terang oleh cahaya lampu, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, nafasku berirama tak beraturan. bismillahirohmanirrohim, permudahkan jalannya Ya Allah.. Bisikku lirih. Ku tarik nafas panjang guna menenangkan hatiku. Ku baca do'a nabi Musa saat menghadapi Fir'aun meminta pertolongan Allah agar semua berjalan lancar.

"Assalamu'alaikum.." Sapaku begitu pintu di buka

"Wa'alaikumus salam wr wb, maaf mau ketemu siapa dan ini dengan siapa.." Tanya Bang Jamil

"Maaf ini benerkan rumah Syifa, saya Doni teman Syifa dan Saya ada janji sama Syifa. Ucap Doni memastikan

"Ouh kalau begitu silahkan masuk."

"Sebentar yah saya panggilkan Syifa silahkan duduk dulu." Lanjut Bang Jamil

Doni...mendengar nama itu aku bak di sambar petir di siang bolong, aku tak menyangka kalau ia bener-bener akan datang kembali, bibirku kelu, langkahku gontai, aku tak tau apa yang harus aku lakukan nanti. Ingin aku mengusirnya namun itu sungguh tidak sopan, ingin aku menyambut kedatangannya namun aku tak pantas lagi untuknya. Apa yang harus aku perbuat Ya Allah. Bisikku lirih mengharap pertolongan-Nya.

"Syifa cepetan Doni sudah lama menunggu."Teriak abangku dari ruang tamu.

Ku buka pintu kamarku, dari kejauhan ku lihat sosok Doni sedang duduk berhadapan dengan abangku, Subhanallah itukah Doni, aku hampir tidak mempercayainya. Dia bukan Doni yang dulu, gayanya yang slenge-an dan rambutnya yang jambul tak ada lagi ada pada dirinya. Sebutan MasBro tak pantas lagi untuk dirinya. Kini sebutan yang pantas untuknya adalah Akhi.

"Assalamu'alaikum Syifa." sapa Doni begitu melihatku.

Subhanallah..lagi-lagi aku di buat kagum olehnya pandangan matanya yang dulu liar telah ia tundukan. Ia sekarang sudah gadhul bashor.

"Wa'alaikumus salam wr wb.." Jawabku

"Syifa, Doni datang sesuai dengan janji yang telah Doni ucapkan dan Doni pun sudah siap dengan syarat yang Syifa berikan dua tahun lalu. Jika Syifa mau Syifa boleh mengecek hafalan Doni sekarang." Ucap Doni dengan begitu mantap.

Abangku yang duduk di sebelahku hanya diam tanpa kata sesekali ia melirikku, sesekali juga ia memandang Doni yang ada di hadapannya. Aku tak tahu apa yang harus katakan padanya, suasana hening seketika. Melihat Suasana yang hening Doni mencoba mencairkan suasana

"Doni mulai baca aja yah biar Syifa yakin dan biar Syifa tidak ragu lagi dengan Doni." Lanjutnya.

Ayat demi ayat mulai keluar dari lisan Doni, Suara Doni begitu indah melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an. Tak terasa airmataku menetes saat ia mulai membaca surat al-Waqi'ah, bacaan yang indah tajwidnya yang fasih membuatku terharu serta makna yang mendalam dari surat itu berupa ancaman Allah dan siksa-Nya membuat airmata ini semakin deras mengalir.

"Cukup, aku rasa cukup. Aku yakin kalau Doni sudah hafal 2 juz dalam al-Qur'an mungkin bahkan lebih.. tapi aku minta maaf karena aku tidak bisa menerima Doni. Sekali lagi aku minta maaf.. Ucapku dengan lirih karena menahan tangis.

"Kenapa Syifa?? Apa karena Syifa penyakitan?? Abang syifa sudah menceritakan semuanya pada Doni. Dan Doni tidak tidak peduli dengan kondisi Syifa yang sekarang. Bagi Doni Syifa adalah seseorang yang berjasa besar dalam hidupku, karena perantara Syifa-lah Doni yang mendapat sesuatu yang sangat berharga yaitu Hidayah-Nya.apakah hanya lantaran Syifa sakit lalu Syifa menolak Doni. Perlu Syifa ketahui Doni menikahi Syifa bukan fisik atau pun hati Syifa. Doni melakukan ini semua karena Allah. Doni ingin menggenapkan separuh dien ini, dan Doni yakin Syifalah yang telah Allah pilihkan untuk Doni."

"Tapi Doni aku sakit aku tak tau kapan sakit ini akan hilang, bisa jadi sebentar lagi aku akan mati, aku sudah tidak pantas untuk Doni. Masih banyak di luar sana gadis yang lebih dari pada aku, masih banyak gadis diluar sana yang sehat tidak seperti aku, yang mengurus diri sendiri aja tidak mampu." Ucapku dengan sesenggukan.

Ku hapus airmata yang terus menerus mengalir dari kedua mataku.

"Syifa izinkan Doni menikahi Syifa karena Allah, Izinkan Doni berbagi suka dan duka sama Syifa. Izinka Doni meringankan beban Syifa, Izinkan Doni menghapus airmata Syifa dan memeluk Syifa saat Syifa sedang merasakan sakit, Menikahlah dengan Doni." Ucap Doni penuh harap

"Syifa..sudahlah terimalah Doni, penuhi permintaannya, wujudkan niat baiknya." Abangku yang sedari diam kini mulai angkat bicara

ku tarik nafas panjang, airmata ini belum juga mau berhenti, begitu juga dengan Doni. Kini ia kelihatan gelisah, ia menanti jawaban dariku. Jawaban yang menentukan masa depannya nanti

"Oke, aku terima tawaran Doni, tapi aku minta nikahi aku sekarang, aku takut umurku tidak sampai besok. Jika besok aku mati aku bisa bahagia karena sudah memenuhi janji dan permintaan Doni."

"Oke Doni siap tapi Doni saat ini belum mempersiapkan maharnya. Bagaimana kalau Doni pulang kerumah sebentar untuk mengambil sesuatu yang bisa di jadikan mahar." Ucap Doni.

"Tidak perlu, Doni bisa menikahi Syifa dengan hafalan Al-Qur'an Doni. Kita tinggal tunggu abah dan ummi pulang. Biarlah Abah yang menikahkan aku dan Abang serta Mang Yamin sebagai saksinya nanti.

****
Kini dua insan telah berjanji dalam pernikahan, berikrar untuk menjadi suami istri yang saling melengkapi dan berbgi.
Pernikahan adalah sebuah perjanjian besar dimana dengan perjanjian tersebut Arasy Allah ikut bergetar. Menikah bukan hanya menyatukan dua hati namun juga menyatukan dua pribadi yang berbeda karakter dan pandangan hidup.

T H E E N D

Jumat, 25 Mei 2012

AYAH UNTUK AISYAH (Cerpen)

"Bunda, kenapa menangis?" Ucap Aisyah dengan lirih sambil mengusap airmata yang menetes di ujung pipiku.

Kelembutan tangannya yang menyentuh pipiku membuatku semakin terharu, ucapannya yang manja, gerakannya yang lincah menambah kecinta-anku padanya kian membuncah. Tak terasa kini Aisyah seudah berumur 5 tahun, waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sudah lima tahun aku hidup tanpa seorang suami, hari-hari aku lalui dengan buah hatiku.buah dari hasil cintaku pada suamiku.

Hari ini merupakan hari lahirnya namun tak seperti kebiasaan anak-anak lain seumurnya yang selalu merayakan hari lahirnya setiap tahunnya. Tapi tidak dengan Aisyah, ia hampir tidak pernah merasakan bagaimana rasanya berulang tahun. Karena aku tidak pernah merayakan hari lahirnya.


Suatu hari sepulang kerja,di dalam keadaan ku yang penat dan letih karena sehari-an aku bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak si mata wayangku, ketika aku sandarkan kepalaku di sebuah kursi yang nampak lusuh Aisyah menghampiriku dengan gayanya yang riang, senyumnya yang membuat kepenatan yang aku rasakan hilang seketika,

" Bunda capek yah.. Aisyah pijat Bunda yah biar capeknya hilang.."

Seketika aku langsung memeluknya, wanita mana yang tidak bahagia jika melihat buah hatinya tumbuh menjadi anak yang cerdas,dan penurut meskipun Aisyah tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Namun ia tidak pernah kelihatan bersedih, hari-harinya selalu dalam keceriaan.

***

Suamiku meninggal semenjak Aisyah masih dalam kandungan, ketika itu kandunganku masih berumur enam bulan.

"Apakah ini dengan Ibu Rasti." Tanya seorang wanita dari ujung telepon

"Ya betul saya sendiri.."

"Maaf Ibu, suami Anda kecelakaan dan saat ini sedang di rawat di ICU harap kedatangannya secepatnya. Ia dalam keadaan parah dan kemunginan besar tidak bisa tertolong lagi."

Detak jantungku berdenyut begitu kencang, aliran darahku seakan-akan berhenti mengalir, tubuhku lemas lunglai tidak berdaya mendengar berita yang sontak mengejutkanku, kakiku tak kuasa untuk melangkah hanya airmata yang terus menerus mengalir tiada henti. Di sebuah kontrakan mungil ku menangis seorang diri. tak seorang pun yang bisa di ajak berbagi. Sungguh kejadian ini di luar dugaanku. Aku tidak menyangka kebahagianku dengan suamiku hanya sesaat. Kebahagian yang baru kukecap seketika kini harus pergi berlalu dari hidupku.

***###***

Aku meniti hari demi hari seorang diri, semenjak kematian suamiku aku memilih untuk bertahan hidup di kota metropolitan ini,bukan aku tidak mau menikah lagi, berulang kali ibuku mencoba mengenalkanku dengan seorang laki-laki, namun entah mengapa aku seakan-akan lebih nyaman dengan kesendirianku, sebagai seorang wanita yang hidup sendiri tanpa suami apalagi aku mempunyai kewajiban untuk menghidupi Aisyah berbagai pekerjaan rela aku geluti hanya untuk menyambung hidup, dari karyawan toko sampai tukang cuci aku tekuni, dengan gaji yang tak seberapa itulah aku berhasil menyambung hidup hingga kini. Meskipun masih ada sedikit uang peninggalan suamiku yang bisa aku manfaatkan untuk pendidikan anakku kelak. Sebagai single parent aku mempunyai tugas yang cukup berat.di satu sisi Sebagai seorang ibu aku harus merawat dan membesarkan anakku seorang diri.
Dan disisi lain sebagai wanita pekerja aku harus mengikuti segala peraturan yang ada di tempat kerjaku. Sedapat mungkin aku bagi waktuku untuk Aisyah anak kesayanganku. Buah hati dari cinta pertamaku, peninggalan suamiku yang amat berharga bak intan berlian dan permata.


Sebagai seorang ibu aku sangat bahagia melihat Aisyah tumbuh menjadi anak yang penurut ia sangat mandiri, di usianya yang masih balita ia begitu kelihatan dewasa di banding anak-anak yang seusianya, tak pernah terdengar ia merengek-rengek minta mainan ini dan itu. Ia lebih suka belajar mengaji di rumah Ustadz Farid yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari kontrakanku.

"Bunda, kata Ustadz Farid kalau mau jadi anak yang pinter harus patuh sama orang tua ya Bun..?" Tanyanya kepadaku saat aku membuatkan susu untuknya.

Saat itu juga airmataku mengalir, tak tau kenapa akhir-akhir ini aku sering terharu melihat tingkah laku dan kata-kata anakku. Aku mudah menangis di buatnya. Airmata ini mungkin airmata kebahagiaan, airmata seorang ibu yang menyayangi dan mencintai buah hatinya.

"Bun, Aisyah pengen punya ayah seperti Ustadz Farid yang pinter ngaji jadi nanti bisa mengajari Aisyah baca al-Qur'an. Aisyah kan pengen bisa hafal al-Qur'an, Aisyah pengen masuk surga agar bisa bertemu dengan Ayah. Bunda kan pernah bilang kalau Ayah Aisyah sekarang ada di surga, dan untuk bisa kesurga kata Bunda Aisyah harus hafal al-Qur'an. Aisyah pengen bisa hafal al-Qur'an agar bisa melihat wajah ayah."


Mendengar kata-kata yang terucap dari mulutnya airmata ini kembali jatuh, kudekati anakku, kupeluk ia begitu erat aku cium pipinya yang tembam,aku tak menyangka anakku akan berkata seperti itu perkataan yang mampu membuat hati seorang ibu luluh. Lalu ku bisikkan kata-kata yang lembut padanya

"Nak, bunda bangga pada Aisyah, Bunda yakin kalau Aisyah bisa menghafal al-Qur'an, belajar yang rajin ya nak sama Ustadz Farid, biar cepet hafal al-Qur'annya."


"Oya Bun..tadi Ustadz Farid tanya ke Aisyah, katanya kalau Ustadz Fardi jadi ayahnya Aisyah kira-kira Aisyah setuju tidak?"

"Terus Aisyah jawab apa?" Tanyaku kepadanya

"Aisyah kan pengen punya ayah jadi Aisyah jawab setuju Bun.."

Benarkah anakku merindukkan figur seorang ayah, selama ini aku tidak pernah memikirkan akan hal itu, aku pikir dengan kasih sayang yang aku berikan kepadanya itu sudah lebih dari cukup. Tapi ternyata tidak, ia merindukan belaian seorang ayah.tapi bagaimana caranya agar ia bisa mendapat kasih sayang seorang ayah, apakah aku harus menikah lagi? Apakah benar apa yang di katakan Aisyah kalau Ustadz Farid ingin menjadi ayahnya? Berbagai pertanyaan kini bermain-main di otakku pertanyaan yang entah apa jawabannya aku pun tak tau.


***###***

Cuaca sore ini begitu mendung, langit tak seindah biasanya, awan mendung kini menaungi kota jakarta, langit yang biasanya berwarna biru kini berganti warna menjadi hitam pekat. Ku percepat langkah kakiku menuju rumah Ustadz Farid, seketika aku lihat jam di tanganku, sudah pukul 16.30 aku terlambat setengah jam pasti kini Aisyah sedang menungguku, bisikku dalam hati. Bukan hari ini saja aku terlambat menjemputnya sudah terlalu sering bahkan hampir setiap hari, pekerjaanku yang menumpuk membuatku selalu terlambat untuk menjemputnya, untung Ustadz Farid begitu baik, saking baiknya terkadang timbul perasaan tidak enak di dalam hatiku.

Ustadz Farid adalah kawan sepengajian suamiku dulu, di usianya yang sudah cukup dewasa ia belum memiliki istri. Sifatnya yang baik, tingkah lakunya yang sopan dan pembawaanyab yang menarik membuat ia banyak di sukai anak-anak termasuk Aisyah, bahkan Aisyah selalu mengidolakan Ustadz Farid di hadapanku.

Dari kejauhan aku lihat Aisyah sedang duduk bersama Ustadz Farid di teras rumah, dari raut mukanya aku lihat keceriaan dan kebahagiaan. Kasihan Aisyah mungkin ia begitu merindukan seorang ayah, pantes kalau ia mengagumi Ustadz Farid, karena dari dia-lah Aisyah menemukan sosok seorang Ayah.gerutu ku dalam hati sambil ku berjalan mendekatinya.

"Assalamu'alaikum Ustadz..maaf saya telat lagi menjemput Aisyah..jadi merepotkan Ustadz"
ucapku dengan nada merasa bersalah.

"Tidak apa-apa bundanya Aisyah, saya bahagia bisa bermain-main dengan Aisyah apalagi ia anak yang manis dan lucu." Jawabnya dengan senyuman yang mengambang.

"Terimakasih Pak Ustadz dan maaf sudah merepotkan, kami pamit dulu ya. Assalamu'alaikum"

Kaki ini baru mau melangkah keluar teras rumah tiba-tiba dari belakang suara ustadz Faridz memanggilku.

"Tunggu Bundanya Aisyah, ada sesuatu yang pengen aku kasihkan ke Rasti. Aku harap Rasti mau membacanya. Jika nanti sudah membacanya, ambillah keputusan. Saya tidak pernah memaksa, apapun keputusan Rasti akan saya terima dengan lapang dada." Ucapnya sambil menyodorkan sebuah amplop putih kepadaku.


***###***

Masih ku pandangi surat itu, hati ini masih enggan untuk membukanya, rasa ragu selalu menyelimuti hatiku, entah rasanya hati ini belum bisa menerima cinta dari laki-laki lain, apa mungkin karena terlalu lama hidup sendiri jadi merasa tidak butuh pendamping hidup lagi, entahlah yang pasti aku masih trauma akan kecelakaan yang menewaskan suamiku dulu.

Malam kian merayap, Aisyah sudah terlelap dalam tidurnya, seketika ku pandangi wajah gadis kecilku ada kedamaian, ia begitu tenang dalam tidurnya. Sesaat aku ambil amplop putih yang bergeletak di samping ku. Aku paksakan diri untuk membuka dan membacanya.

"Assalamu'alaikum Bundanya Aisyah.."

Maaf jika saya lancang menulis surat ini, dan saya minta maaf jika saya terlalu kurang ajar. Sungguh saya tidak bermaksud seperti itu. Sudah terlalu banyak saya mendengar cerita Rasti dari Aisyah Ya..Aisyah gadis cantik dan pintar, entah kenapa aku begitu menyayanginya seperti anak saya sendiri. Suatu hari ia bertanya kepadaku dan pertanyaannya membuat hatiku luluh seketika,

Kata-kata itu masih tersimpan jelas di dalam memori ingatanku. Seperti ini pertanyaannya,

"Ustadz kan punya ayah pasti Ustadz bahagia tidak seperti Aisyah yang tidak punya Ayah, bahkan wajah ayah aja Aisyah belum pernah lihat,terkadang Aisyah iri melihat teman-teman Aisyah di gendong sama ayahnya, Aisyah ingin seperti mereka, di cium dan di peluk sama ayah, tapi keinginan Aisyah hanya sekedar mimpi karena kata bunda Ayah Aisyah sekerang sudah ada di surga.jika Aisyah boleh minta Aisyah pengen punya ayah yang sebaik dan sepintar Ustadz, kalau Ustadz jadi ayah Aisyah mau tidak?"

Pertanyaan itulah yang sampai kini masih tersimpan rapi dalam memori saya, permintaan yang tulus dari seorang anak kecil yang merindukan seorang ayah, dari situlah terbesit di dalam hatiku untuk membuat mimpinya menjadi kenyataan. Aku ingin rasa iri kepada teman-temannya terobati dengan kehadiran seorang ayah dalam hidupnya.

Sekali lagi niat ini tulus lahir dari dalam hati. Saya ingin menikahi Rasti dan menjadi ayah dari Aisyah. Namun saya tidak memaksa, Rasti berhak menolak jika emang Rasti tidak menginginkannya. Namun pikirkanlah terlebih dahulu yang terlalu gegabah dalam mengambil keputusan, sholat istikharah-lah minta pertolongan dari Allah.. Kapanpun jawaban dari Rasti akan selalu saya tunggu

Mohon maaf atas kelancangan dan kekurang ajaran saya

Wassalamu'alaikum

Farid Hassan


***

Berulang kali ku usap airmataku yang menetes di kedua pipiku, betapa aku sadar selama ini aku egois aku tidak pernah memikirkan perasaan anakku, aku selalu berpikir kalau ia bisa hidup bahagia tanpa seorang ayah namun pada kenyataannya tidak seperti itu dalam hati kecilnya ia hampa, ia rindu belaian dan kasih sayang seorang ayah, kini aku sadar akan ke-egoisan diriku, berkali-kali kupandangi wajah Aisyah yang sedang terlelap dalam tidurnya, ku hampiri dirinya dan kuciumi pipinya, beribu maaf ku ucapkan padanya. Ku lipat kembali surat yang aku baca, kini tak ada alasan untuk aku menolak niat baiknya. Sekarang yang lebih aku utamakan kebaikan aku akan menerima tawarannya, aku akan menikah dengannya, ya aku akan menikah dengan seseorang yang aku rasa pantas untuk menjadi ayah dari Aisyah.

"T A M A T"

Sabtu, 12 Mei 2012

Cinta dan pengorbanan (Cerpen)

Senja kini mulai nampak di ufuk barat, matahari kini mulai kembali keperaduannya, awan di langit nampak indah berwarna keemasan, burung-burung yang terbangan kini mulai pulang ke sarangnya, begitu juga dengan kehidupan anak manusia yang bergegas meninggalkan aktivitas hariannya, untuk bergegas menemui anak dan keluarganya.

Di teras depan rumah aku duduk sendiri memandangi keindahan langit di senja hari, awan-awan yang berbentuk seperti istana menambah pesona keindahan langit. aroma wangi dari bunga-bunga bermekaran membuatku semakin betah duduk berlama-lama di teras ini. sesaat aku teringat akan semua lika-liku kehidupan yang akan aku hadapi setelah ini.

Besok adalah hari bersejarah dalam hidupku, hari di mana aku akan di nikahi oleh seorang laki-laki yang aku pilih menjadi pendamping hidupku, tapi menjelang hari bersejarah itu tak ada hal-hal yang special yang biasa di lakukan oleh kebanyakan orang pada umumnya, tak ada janur kuning, tak ada pesta ataupun semisalnya serta tak ada penyambutan ataupun persiapan.

Pernikahanku tidak di setujui oleh kelurga ibuku, keluargaku menentang keras pernikahan ini hanya di karenakan calon yang aku pilih menjadi pendamping hidupku bukan kriteria mereka,.Hanya karena laki-laki yang aku cintai dari Besok adalah hari bersejarah untukku, hari di mana aku akan di nikahi oleh laki-laki pilihan hatiku, ya.. kalangan orang biasa, mereka sampai sebegitu besar marahnya padaku. Masih terngiang-ngiang di kepalaku perkataan Ibu yang begitu kasar saat aku mengatakan kepadanya tentang rencanaku ini, namun dengan nada yang begitu menghina ibu tidak memberikan restu padaku dan tidak juga menyetujui rencanaku.

“Sampai kapan pun Ibu tak akan pernah merestui pernikahanmu, ibu tak kan pernah sudi menerima dia menjadi menantu ibu, dia tidak pantas menjadi bagian keluarga kita, kehidupan kita sangat jauh di banding kehidupannya, apa yang bisa di andalkan darinya. Hanya seorang penjual bakso yang buat makan sendiri aja dia belum bisa apalagi nanti jika sudah punya anak istri, mau di kasih makan apa anak istrinya?? Mau di taruh di mana kehormatan keluarga kita jika kamu sampai menikah dengannya? Pokoknya sampai kapanpun ibu tak akan pernah merestui pernikahanmu dengan nya.”

Betapa sedihnya aku saat itu, aku tak menyangka akan mendapat respon yang seperti itudari ibu. hanya karena masalah harta ibu tidak merestui pernikahanku. apakah hanya harta yang menjadi tolak ukur kebahagiaan dan kehormatan, apakah hanya kekayaan yang menjadikan seseorang mulia dan terpandang, sebegitu dangkalkah pemikiran ibuku?? Apakah salah jika aku menikah dengan orang yang baik akhlak dan budi pekertinya meskipun dia tak kaya harta. Bukankah Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada ummat-nya untuk mencari pendamping hidup dengan menjadikan agama-nya sebagai tolak ukur yang utama, bukan harta ataupun kekayaan. .

Tabiat keras ibuku-lah yang menjadikan alasan ayah menceraikan ibu, Semenjak usiaku lima tahun ibuku sudah berpisah dari ayah, ibuku lebih memilih menjadi single parent dari pada hidup dengan seorang lelaki yang hanya bekerja sebagai negeri sipil yang mempunyai pendapatan tidak seberapa, menurut cerita ayahku,ibuku yang biasa hidup mewah tidak tahan dengan kehidupan yang serba pas-pasan. Ibu lebih memilih pulang ke rumah orangtuanya dan menjalani hidupnya dengan bergelimangan harta. Dulu Ibu dan ayah menikah karena cinta namun karena ke-egoan ibu yang besar rumah tangganya hancur di tengah jalan. Mungkin itu juga salah satu penyebab ibuku tidak merestui pernikahan ku. Ibuku takut kalau aku hidup sengsara. Tapi aku bukan Ibu, aku bukan seorang yang gila harta ataupun jabatan, aku sadar kalau aku biasa hidup berkecukupan namun apakah aku salah jika aku mematuhi ajaran nabiku.

……………………………………..

Meskipun mendapat pertentangan keras dari keluarga ibu aku masih tetap keukeuh dengan rencanaku. Aku meminta ayahku untuk menjadi wali dalam pernikahanku dan beliau menyetujuinya bahkan acara walimahan pun aku adakan di rumah ayah, begitu sangat sederhana acara pernikahanku. Aku bahagia meskipun tak ada kehadiran keluarga ataupun saudara karena aku amat yakin dengan pilihanku. Aku yakin aku bisa bahagia dengannya meskipun pada akhirnya nanti kami akan hidup didalam gubug yang sederhana.

Enam bulan pernikahanku aku di kejutkan oleh kabar gembira, aku di nyatakan hamil, aku begitu bahagia begitu juga dengan suamiku, perhatiaannya dan kasih sayangnya semakin bertambah, Dia begitu sempurna di mataku, dia pekerja keras, telaten, dan satu yang membuatku semakin bangga dengannya dia tidak pernah mengeluh ataupun mengaduh. Hasil jerih payahnya selalu dia berikan padaku meskipun jika di bandingkan dengan gajian bulananku saat itu tidak ada apa-apanya,namun aku bahagia dengan nya. Kata-katanya yang begitu halus mampu menentramkan hati ku. Sifatnya yang begitu lembut mampu meluluhkan hatiku.

“Ummi…apakah umi bahagia hidup dengan Abi, hanya ini yang bisa Abi berikan untuk Umi, tak ada rumah mewah ataupun harta yang melimpah. Dan beginilah kehidupan Abi sangat jauh dari kehidupan umi yang dulu. Abi harap umi tidak akan pernah menyesal dengan memilih abi sebagai suami umi.” Ucapnya dengan nada yang begitu lembut.

“Bi.., umi bahagia bersuamikan Abi, dari pertama kali Umi bertemu Abi, Umi sudah amat terpesona dengan kehidupan Abi, dan sampai saat inipun Umi semakin terpesona dengan Abi, Umi semakin sayang dan cinta sama Abi. Umi beruntung mendapatkan Abi. Mungkin para bidadaripun cemburu melihat betapa besar cinta umi untuk Abi dan perlu Abi tau Umi tidak akan pernah menyesal menikah dengan Abi . Biarlah kita hidup kekurangan harta yang terpenting kita selalu ingat dan bersyukur kepada Sang pencipta.” Jawabku

“Wah..istriku sudah pintar ternyata.” Pujinya sambil mencubit pipi tembamku

“Ini hasil dari didikan Abi..Hee..” ucapku sambil tersenyum manis padanya.

“Abi, ajari Umi menjadi istri yang sholehah, istri yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya menjadi tujuan hidupnya, istri yang tau berterimakasih dan balas budi pada suami, Ajari umi agar umi bisa menjadi istri yang baik untuk Abi. Istri yang bisa membuat bangga suaminya, istri yang menjaga diri dan menjaga harta suami, ingatkan umi jika umi lalai, tegur umi jika umi mulai kurang ajar pada Abi. Umi ingin menjadi pendamping hidup Abi selama-lamanya bukan hanya di dunia ini sampai di akhirat nanti.”

Mendengar perkataan ku yang begitu tulus dia memelukku erat, ada kehangatan yang aku rasakan, ada ketenangan bathin yang tak bisa aku utarakan. Ketenangan dan ketentraman aku dapatkan darinya. Dialah orang yang kini menjadi suamiku. Akan ku jaga dirinya akan ku layani dia bak seorang raja. Karena surga dan nerakaku ada pada dirinya.

Kehidupan kami begitu bahagia, penuh dengan canda dan tawa meskipun tak bergelimangan harta. Dari situlah aku semakin yakin kalau harta bukanlah penyebab orang hidup bahagia. Kebahagiaan kami semakin bertambah begitu anak pertama kami lahir. Bayi mungil kini menjadi pelipur hati kami serasa sempurna sudah kehidupan kami.

*******_____*****

Tiga tahun pernikahan kami, aku dan suamiku serta anakku menjenguk ibuku yang sedang sakit di rumah sakit, dua minggu yang lalu aku mendapat kabar dari adikku kalau ibu sakit parah dan ingin bertemu denganku. Ini pertama kali aku bertemu dengan ibuku semenjak aku menikah, bukan aku tidak mau bertandang kerumah ibu. Berulang kali aku mencoba kerumah ibu namun adikku selalu mengatakan kalau ibu tidak mau bertemu denganku. Semenjak itulah aku lost contact dengannya.

Ibuku divonis penyakit kanker stadium akhir, menurut dokter umurnya tidak akan lama lagi. Penyakitnya sudah terlambat untuk di obati. Dan sudah satu minggu ini penyakitnya kian marah sehingga dia hanya bisa berbaring di rumah sakit.

“Mir…Ibu minta maaf karena selama ini terlalu kasar sama Mirna, Ibu egois dan ibu hanya mementingkan kepentingan ibu semata, ibu menilai sesuatu dari sisi duniawi saja. Ibu sadar ibu salah sudah lama ibu ingin minta maaf pada Mirna namun Ego ibu terlalu tinggi..ego ini lah yang selalu menghalangi ibu untuk meminta maaf ke Mirna, saat ini yang ibu butuhkan dari Mirna adalah kata maaf..Mirna maukan maafkan Ibu..” ucap Ibu begitu lirih sampai aku pun sulit untuk memahaminya.

Saat itu aku langsung memeluk ibuku airmataku tak terasa mengalir di dada ibuku, sudah lama aku merindukan pelukan itu, pelukan yang sering aku dapatkan ketika aku masih kecil dulu, hatiku kecilku begitu rindu dengan ibuku. Bagaimana pun juga orang yang berbaring tidak berdaya ini adalah ibuku ..Ya..Dialah orang yang paling berjasa dalam hidupku, sebesar apapun rasa tidak sukanya terhadap pernikahanku pasti di hati kecil nya rasa cinta dan sayangnya padaku tak pernah berkurang, sebesar apapun egonya aku yakin rasa kasihnya mampu mengalahkan ego nya itu.

“Ibu, maafkan Mirna juga yang pernah menyakiti ibu, Mirna yang sering melukai hati Ibu, Mirna yang sering menentang Ibu, Mirna yang suka membuat ibu marah. Maafkan mirna ibu.”

Berulang-ulang aku ucapkan kata maaf kepada ibuku, berulang-ulang kali juga kuciumi pipi ibuku. Saat itu juga aku merasakan hembusan nafas terakhir ibuku..Ya..Ibuku sudah pergi, kini ibuku sudah pergi kea lam yang lain. Allah telah mengambil miliknya. Allah telah mengangkat semua rasa sakitnya. Kuhapus airmata yang mengalir dipipiku, kucium pipi ibuku untuk yang terakhir kalinya dan aku ucapkan selamat tinggal padanya. Karena sesungguhnya semua milik Allah dan semua pasti akan kembali pada-Nya.

Hujan rintik-rintik mengeiringi pemakaman ibuku. Banyak kenangan yang di tinggalkannya, kenangan yang tidak mungkin untuk aku melupakannya. Namun aku bahagia di akhir hayatnya aku bisa meminta maaf padanya, aku bisa memeluknya aku bisa merasakan desah nafasnya yang terakhir. Aku bahagia karena tak ada lagi permusuhan antara anak dan ibu. Kini aku harus melanjutkan hidupku kembali bersama suami dan anakku. Meniti hidup yang panjang dan penuh liku. Perjalanan masih panjang. Pengorbanan masih tetap harus di lanjutkan.

Senin, 07 Mei 2012

Cinta untuk Kekasih Halalku

Malam sudah begitu larut. Derap langkah kaki anak manusia sudak tak lagi terdengar. Hanya embusan angin malam seakan-akan bersaut-sautan dengan bunyi binatang malam. Malam kian merambat sinar bulan purnama yang begitu indah menambah pesona malam. Desiran angin malam yang membawa udara dingin masuk kedalam kamarku melalui jendela yang sengaja akau biarkan terbuka membuat aku sedikit kedinginan.emang demikian udara di musim kemarau kalau siang udara begitu panas namun ketika malam tiba udara seakan berubah 180 derajat.

Jam disbelah kamarku menunjukan pukul 11.45 sudah begitu larut pikirku namun sekejap pun aku belum memejamkan mata dan anehnya tanda-tanda mengantuk sama sekali. Kepenatan yang aku rasakan karena aktifitas kesehariaanku tidak mempengaruhinya. Pikiran dan otakku belum bisa di ajak untuk beristirahat. Pikiran ini masih terus melayang dan memikirkan peristiwa yang telah aku alami baru-baru ini.

Tepatnya siang tadi, aku mengalami peristiwa penting dalam hidupku, aku telah bertunangan dengan seseorang yang belum aku kenal sebelumnya. Dia lah yang bakal menjadi calon pendamping hidupku.

Namanya Hamdan seorang dokter anak. Dia adalah anak dari teman oom dan tante ku. Pertunangan ini terjadi karena hasil perjodohan. Ya, aku di jodohkan oleh oom dan tanteku. Emang sekerang merekalah wali-ku sekaligus pengganti orang tuaku. Semenjak ayah-ibu ku meninggal karena kecelakaan 15 tahun yang lalu aku diurus dan di rawat oleh oom ku karena beliaulah satu-satunya adik kandung dari ayahku. Sebelum oom aku menikah dengan perempuan yg kini menjadi istrinya. Aku sungguh beruntung memiliki oom dan tante yg begitu amat sayang padaku.kasih sayangnya padaku seperti kasih sayang seorang ibu kandung.

Sebuah peristiwa yang tidak aku duga sebelumnya aku bakal jodohkan dengan sosok lelaki yang tidak aku cintai dan tidak aku kenal. Meskipun hubungan oom dan tanteku dengan orang tua hamdan begitu dekat. Sebelumnya mereka tidak pernah membicarakan hal ini padaku hingga di suatu sore satu minggu yang lalu selepas aku melaksanakan sholat Maghrib mereka memanggilku

"Nisa, sekarang kamu sudah besar dan sudah saatnya kamu menikah, om dan tante ingin melihat Nisa bersanding di pelaminan yang merupakan keinginan dan cita-cita oom dan tante.". Ucap Oom Rasyid mengawali pembicaraan

"Namun Nisa belum ada calon Oom dan Nisa masih ingin mangamalkan ilmu Nisa dengan mengabdi di Madrasah Tsanawiyyah. Nisa masih ingin bekerja Oom."

"Oom tahu itu, menikah bukan berarti Nisa tak bisa bekerja, Nisa masih bisa bekerja setelah menikah. Dan Oom minta maaf sebelumnya. Sebetulnya kami telah memilihkan calon pendamping hidup untuk Nisa dan kami yakin dia adalah lelaki yang cocok untuk Nisa, dia pasti bisa memimpin Nisa karena selain dia dokter dia adalah alumnus pondok pesantren yang kami yakin dia seorang yang baik akhlak dan budi pekertinya."

Saat itu ingin rasanya aku memprotes dan menolak perjodohan itu namun aku tak sanggup menyakit hati dan perasaan mereka aku tak akan sanggup jika melihat mereka kecewa dan aku tidak punya alasan sama sekali untuk menolaknya apalagi dari karakter yang disebutkan Oom dan tanteku merupakan karakter yang aku terapkan dalam mencari pendamping hidup.Namun bagaimana dengan Hafidz sosok yang aku cintai yang kini bersemayam di dalam hatiku? Meskipun aku sadar dia bukan siapa-siapaku namun aku tak yakin kalau aku bisa menggantikan namanya dengan nama lelaki selainnya.

Tiga bulan lagi menurut kesepakatan yang telah di sepekati oleh kedua belah pihak aku akan menikah dengannya. Pergulatan bathin inilah yang membuatku begitu sulit untuk memejamkan mataku. Hatiku begitu menolak akan kehadirannya yang begitu cepat. Aku tidak yakin apakah aku bisa bahagia dengannya atau bisakah aku membahagiakannya sedangkan benih-benih cinta untuknya tidak ada sama sekali.

Tak kuasa menahan jeritan hati aku pun menangis sejadi-jadinya. Angin malam bulan dan bintang menjadi saksi kegalauan hatiku. Air mata ini mengalir begitu desar dan tak mampu ku tahan lagi. Dengan linangan airmata aku mencoba untuk menata kesadaranku kembali. Aku mencoba untuk menerima kenyataan yang ada. Mungkin inilah yang telah Allah tuliskan untukku. Mungkin dialah jodoh yang telah Allah tetapkan untukku. ke-tidak keikhlasanku malah akan membuatku menderita.

Setelah sedikit tenang ku jamah buku diaryku kecoret nama Hafidz dari diary aku..sebuah nama yang melekat begitu erat di dalam hatiku dan menjadi penghias buku diaryku..dengan harapkan degan tercoretnya namanya di buku diaryku tercoret juga namanya di dalam hatiku.meskipun tak semudah itu. Kini aku harus terima kenyataan yang ada karena yang terbaik menurutku belum tentu terbaik menurut Allah.

Tanganku begitu lincah menari, menggoreskan tinta hati ke selembar kertas berharap setelah itu tak ada lagi kegaulaan dan kegundahan, berharap ketidak ikhlasan ini berubah menjadi keridhoan.

Diary...
Saat ini hanya keikhlasan yang hanya mampu membuatku lepas dari kegundahan hati
Mungkin saat ini aku tak mencintainya
Karena di hatiku bukan namanya yang bertahta
Namun nama seseorang yang aku cinta meskipun aku tau dia bukan siapa-siapa

Diary..
Selama ini diri ini selalu bermimpi kalau dia kelak yang akan datang meminangku
Namun..kenyataan berkata lain.
Justru seorang lelaki yg belum kenal yang datang meminangku..
Ingin hati menjerit
Ingin diri berontak
Namun untuk apa??
Apa hanya untuk mengikuti egoku yang besar

Diary..
Tidak ada alasan untuk aku menolak perjodohan ini
Dia laki-laki yang baik yang masuk dalam kriteriaku
Mungkin dia-lah yang telah Allah pilihkan untukku
Yang akan menjadi kekasih halalku.

Diary..
Akan ku hapus namanya dari dalam hatiku
Akan aku isi hatiku dengan namanya
Meskipun saat ini hati ku masih menolak
Namun seiring berjalannya waktu hati ini akan menerima kehadiranyya

Diary..
Kini keputusan telah ku ambil
Dan pilihan telah ku tentukan
Aku akan selalu berusaha untuk berdamai dengan keadaan
Karena pilihan yang telah Allah tentukan tidak akan pernah mengecewakan..

****_______******

 "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS al-Baqaroh : 216)

______________________________


Mentari duha bersinar begitu indah, kehangatannya mampu mengusir rasa kantuk yang tersisa, embun-embun di dedaunan nampak indah bak mutiara yang bersinar. Seminggu sudah berlewatkan dari peristiwa itu , hati ini sudah sedikit ikhlas menerima kenyataan yang ada. Dalam waktu satu minggu ini aku merenung memikirkan setiap kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupku. Tak ada hal kebetulan semua pasti sudah ada yang mengatur. Dan tidak akan ada yang sia-sia dalam pengaturannya.

Liburan panjang sekolah telah pun usia. Hari ini adalah hari pertama aku mulai mengajar kembali.
Berbagi ilmu untuk anak bangsa dengan harapan suatu saat anak-anak bangsa lahir menjadi anak-anak yang cerdas bukan hanya cerdas dalam urusan dunianya namun juga urusan akhiratnya.

Jarak antara rumah dan tempat aku mengajar tidak begitu jauh, sehingga aku lebih memilih berjalan kaki, di samping bisa menyehatkan badan aku juga bisa menghirup udara pagi yang segar lebih lama. Dan setiap langkah kaki yang terayun aku gunakan untuk berdzikir kepada-Nya dengan harapan setiap langkah yang aku ayunkan menjadi pahala.

***

"Assalamu'alaikum Ibu Nisa,". Terdengar suara orang menyapaku, suara yang tak asing di telingaku..suara itu..ya aku kenal suara itu. Bisikku lirih.Suara seseorang yang selama ini aku rindu, aku pasti tidak salah dengar itu emang suara Hafiz tapi mana mungkin dia ada disini bukankah dia masih di Malaysia menyelesaikan S2 nya.


Ku palingkan wajahku kebelakang untuk memastikan siapa gerangan yang berucap salam padaku belum sempat aku membalas salamnya, aku melihat senyumnya. Sebuah senyuman yang mampu meluluhkan hatiku, yang membuat jantungku berdetak lebih kencang dan seakan-akan aliran darahku berhenti mengalir. Sebuah moment yang tidak pernah aku duga sebelumnya akan bertemu dengannya di sekolah ini. Emang tidak mustahil jika dia berada di tempat ini. Selain dia anak pak kepala sekolah, dulu dia termasuk salah satu pengajar di sekolah ini. Namun kehadirannya saat ini tidak aku duga sama sekali. Dan mengapa dia harus datang lagi, disaat aku mulai bisa melupakannya. Disaat aku mulai bisa mengikis namanya kini dia muncul lagi di hadapanku. Kedatangannya pasti akan membuatku bertambah sulit untuk melupakannya

"Nisa kenapa bengong gitu kayak lihat syetan aja, " tegurnya begitu melihat aku bengong tanpa ekpresi dan tanpa balasan salam.

Aku tersipu menahan malu, aku tak tahu mau berkata apa padanya. Aku bak patung yang bernyawa di hadapannya. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku takut jika nanti aku salah berucap karena terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak ada jawabannya bermain di otakku.Melihatku diam tanpa kata Hafiz pun mencoba mencairkan keadaan.

"Nis, selamat yah. Aku dengar dari ayah, Nisa sudah tunangan, ternyata aku datang terlambat, semoga Nisa kelak bisa bahagia dengan pendamping hidup Nisa. "

Setelah berucap demikan Hafiz meninggalkanku sendirian di dalam kebisu-an ku, lagi-lagi aku seperti patung tak bernyawa. Tak terasa butiran-butiran permata mengalir dari kedua bola mataku, aku tak tahu mengapa aku menangis, aku tak tahu untuk apa tangisan ini yang pasti aku sedih mendengar pernyataannya. Mengapa harus sekarang dia datang padaku, setelah ada orang lain yang meminangku kenapa tidak dari dulu. Ternyata selama ini cintaku padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun semua sudah terlambat, aku sudah bertunangan dan dalam hitungan bulan aku akan melaksanakan resepsi pernikahan.

Hafiz adalah senior aku saat aku duduk di bangku kuliah, aku mengenalnya saat aku ikut kegiatan Rohis di kampus, dia-lah yang menjadi ketua Rohis. saat itu aku ada tugas dari dosen ku untuk membuat makalah tentang kegiatan-kegiatan anak Rohis. Dari situlah aku mengenalnya, pembawaannya yg supel, ramah dan tingkahlakunya yang sopan membuat aku menaruh hati padanya secara diam-diam. Dan belakangan baru aku tahu kalau rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalku dan ayahnya adalah guru ngajiku

Setelah aku menyelesaikan perkuliahanku, aku di minta oleh ayahnya untuk mengabdi dimadrasan yang beliau pimpin. Aku pun langsung menerimanya karena cita-citaku dari dulu adalah ingin menjadi seorang guru, ternyata Hafiz juga mengajar dimadrasah itu. Benih-benih cinta ini semakin tumbuh subur apalagi setiap hari aku selalu bertemu dengannya. Namun setahun yang lalu dia pergi ke negeri jiran untuk melanjutkan S2, kepergiannya membuat aku merasa kehilangan. Dia pergi tanpa pesan dari saat itulah aku merasa kalau cintaku tidak akan pernah menjadi realita

***

Suasana kelas yang sepi seakan menjadi saksi bisu, hanya bangku dan kursi yang berderet rapi yang menjadi teman diri. Semua anak didik sudah tiada lagi, semua guru pun sudah pulang kerumah masing-masing untuk berkumpul dengan anak dan istri. Tinggal aku sendirian di dalam ruangan itu. aku merasa amat enggan untuk pulang ke rumah. Kaki ini rasanya tak kuasa untuk berdiri, jiwa ini rasanya tidak bersemangat untuk meniti hari.

Suara Adzan berkumandang begitu indah dari surau samping madrasah. Aku tersadar dari lamunanku, tak terasa sudah hampir satu jam aku duduk sendirian . Aku pun beranjak pergi meninggalkan ruangan dan bergegas ke surau guna melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu mengerjakan sholat fardhu. Surau nampak sepi tak ada jama'ah perempuan selain aku. Aku masih sempat berjama'ah meskipun hanya sebagai jama'ah masbuk.

Seusai sholat hati ini seakan-akan damai, gundah di hati mulai menghilang, perasaan yang berkecamuk di dalam hati mulai sirna.ingin rasanya aku duduk berlama-lama berdua- duaan dengan Rabbku, ingin ku adukan segala resah dan gundahku pada-Nya, meskipun tanpa aku kasih tahu pun Allah sudah tahu semuanya.hanya kepada Allah-lah tempat aku mengadu, tempat aku merintih,hanya DIA-lah tempat curhat yang terbaik. Ku angkat tanganku dan ku tengadahkan wajahku di hadapan-Nya. Dari mulutku keluar bait-baik doa yang indah.

Ya Rabb..
Kini hamba bersimpuh di hadapan-Mu
Di dalam rumah-Mu yang indah dan damai
Hamba yang penuh dosa
Hamba yang bergelimang maksiat
Hamba yang terlalu sering mendurhakai-Mu
Hamba yang jarang mengingat-Mu
Ampuni segala dosa-dosa hamba


Ya Allah..
Engkau tahu kalau hati hamba sedang gelisah
Karena kegelisahan ini Engkau juga yang menciptakan
Sangat mudah bagi-Mu membolak-balikkan hati hamba
Berikanlah ketenangan dan ketentraman di hati hamba
Jangan biarkan setan-setan tertawa di atas kegelisahan hatiku
Tentramkan hatiku
Berilah setitik kesejukan dalam jiwaku agar aku bisa berpikir secara jernih, dan tidak berlarut-larut dalam mengikuti perasaanku

Ya Rabbul Izati
Ajari aku menjadi dewasa, bukan hanya dewasa dalam berpikir. Juga dewasa dalam bertindak dan bertutur kata.
Dewasa dalam menyikapi setiap masalah yang ada
Dan Dewasa dalam meniti kehidupan

Ya Illahi..
Engkau tahu kalau di hatiku masih tersimpan namanya
Hapuskan namanya dari dalam hatiku
Jangan biarkan nama dia yang bertahta di hatiku
Aku tidak mau terus-menerus menzinai hatiku ini
dengan memikirkan seseorang yang bukan siapa-siapa untukku.

Ya Allah..
Kini semuanya aku pasrahkan kepada-Mu
Karena di tangani-Mu lah semua menjadi indah
Hidup dan matiku aku serahkan hanya pada-Mu


*****______******

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (QS ar-Ra'd : 28)

****

Janur kuning yang terpancang di depan rumahku melambai-lambai tertiup angin, kursi dan meja yang di desain sedemikian cantiknya berderet rapi, tak ketinggalan dengan kursi pelaminan yang di rancang bak singgasana ratu dan raja. Sedemikian mewahnya acara pernikahanku. Sungguh sangat bertolak belakang dengan keinginanku. Bukan seperti ini pernikahan yang aku harapkan. Untuk apa menghabiskan banyak uang hanya untuk membuat resepsi pernikahan. Terlalu mubadzir menurutku. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa semua sudah di rancang oleh orangtua calon suamiku meskipun sebelumnya oom dan tanteku pernah mengutarakan keberataannya akan hal itu.

Waktu merambat begitu cepat, tiga bulan aku lewati tanpa terasa. Hari ini adalah moment yang bersejarah untukku. Hari di mana hijab Qabul di ikrarkan, aku akan terikat oleh perjanjian besar yang karena perjanjian itu Arasy Allah ikut bergetar. Sebentar lagi awal kehidupan baru akan di mulai, yaitu kehidupan dua insan manusia yang berbeda karakter dan pandangan di satukan dalam biduk rumah tangga.

Dua minggu yang lalu keluarga dari Hamdan berkunjung kerumah ku. ini yang kedua kali aku melihat sosok yang bernama Hamdan. Semenjak acara pertunangan itu aku tidak pernah bertemu denganya. Kami hanya berkomunikasi lewat HP itu pun kalau ada hal-hal yang penting untuk di bicarakan.

Hamdan adalah anak pertama dari keluarga pengusaha yang kaya raya, sebagai anak pertama apalagi anak lelaki satu-satunya menjadikan dia amat di sayang oleh orangtuanya apalagi ibunya. dia mempunyai adik perempuan yang se-umuran dengan ku namanya mawar, gadis yang sangat cantik menurutku. Suatu hari ketika aku sedang membantu tante beres-beres di dapur dia mengampiriku. Dia berbicara banyak tentang kehidupan abangnya. Menurutnya meskipun abangnya sangat di sayang sama ibunya tidak menjadikanya tumbuh menjadi lelaki yang manja. Dia amat mandiri dan penurut apapun yang dikatakan orangtuanya selalu di "iya" kannya selama itu baik untuk dirinya dan orang tuanya. Kekayaan yang dia miliki dan title yang berderet di belakang namanya juga tidak lantas membuatnya sombong. Rasa tenggang rasa dan tanggung jawabnya begitu besar. Dan semua itu di buktikannya dengan mendirikan sebuah panti asuhan untuk anak-anak jalanan.

***

Iring-iringan pengantin sudah tiba, pak penghulu sudah lama menunggu. Dan para tetamu sudah mulai berdatangan,Aku pun sudah siap dengan gaun pengantin yang aku kenakan, sesaat ku pandangi wajahku di depan cermin. Ada airmata yang keluar dari bolamataku, aku tak tau kenapa hati ini seakan-akan belum ikhlas, rasa ragu masih menancap di relung hatiku, aku tidak yakin bisa bahagia dan aku juga tidak yakin bisa membahagiakan suamiku, apalagi benih-benih cinta untuknya belum tumbuh di hatiku.

"Aku terima nikah dan kawinnya Nisa syifa' juwairiyah binti Muhammad Ilyas dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai.

Ijab-Qabul telah di ucapkan, perjanjian telah di ikrarkan. Dua insan manusia telah disatukan. ucapaan do'a dan selamat aku dapatkan dari para tamu. Dari wajahku tak nampak keceriaan dan kebahagiaan. Hamdan yang saat ini duduk persis di sebelah ku lebih banyak diam dan hanya sekali-kali memandangku. Aku dengannya bagai orang asing yang baru kenal, tidak ada kata terucap, hanya senyuman yang bisa kami lakukan untuk para tamu sebagai tanda terimakasih dan rasa hormat kami kepada mereka. Banyak dari mereka yang mengatakan kalau kami adalah pasangan yang serasi, mereka tidak tahu isi hati kami saat ini.


***

Kamar tidur yang begitu luas dengan ranjang sangat besar berhiaskan beraneka macam bunga di atasnya, disamping kanan kirinya terdapat meja kecil dengan ukiran yang sangat indah, di pojok kamar itu ada sebuah kamar mandi yang sangat mewah, "bak sebuah kamar ratu inggris" gerutuku dalam hati, aroma semerbak wangi dari bermacam-macam bunga itu membuat aku sedikit pusing, dari dulu aku emang paling tidak suka dengan bau-bauan yang tajam, sedang asyik mengamati kamar baruku terdengar bunyi pintu di buka.

"Assalamu'alaikum Dek Nisa, maaf saya masuk tanpa mengetuk pintu, Dek Nisa Abang minta maaf jika pernikahan ini kesannya di paksakan, abang juga minta maaf bukan maksud abang menghancurkan masa depan Nisa, abang tau kalau Nisa tidak suka dengan pernikahan ini. Sebelumnya abang juga ragu dengan pernikahan ini, abang sudah terlanjur menyetujuinya dan abang tidak mau melihat orangtua abang kecewa dengan sikap abang. " Ucapnya sambil ia berdiri tepat di belakangku, aku sendiri tidak berani memalingkan wajahku kebelakang, aku belum berani menatap wajahnya. Meskipun dia sekarang adalah seseorang yang halal untukku namun aku merasa asing dengannya.

"Nisa, abang tak kan pernah memaksa untuk nisa mencintai abang, dan abang juga jika tidak akan memaksa Nisa untuk melakukan hubungan badan dengan abang. Abang tidak mau memperkosa istri abang sendiri. Untuk saat ini biarlah abang tidur di kamar sebelah. Jadi Nisa tak perlu cemas dan takut karena abang tidak akan pernah memaksa nisa, Untuk sekian kalinya abang minta maaf untuk semua ini." Lanjutnya.

Lagi-lagi aku masih belum berani memalingkan wajahku, aku masih dalam posisiku yang semula, sampai terdengar pintu kamar tertutup yang bertanda hamdan sudah meninggalkan kamar. Aku rasa begitu egoisnya diriku betapa angkuhnya diriku, tidak sopannya diriku padanya, padahal sekarang ini aku adalah istrinya yang mempunyai kewajiban untuk melayaninya, menghormatinya dan membahagiakannya, namun apa yang aku berbuat padanya sungguh bukan yang agama aku ajarkan. Namun mengapa saat ini egoku lebih tinggi. Aku lebih suka mendengarkan kata hawa nafsuku dari pada kata hatiku.

***___***


Tanpa di sadari kini sudah setengah tahun aku bergelar sebagai istri namun sampai saat ini aku belum benar-benar menjadi seorang istri, aku belum bisa menjalankan peranku dengan baik. Tidak ku pungkiri Hamdan begitu baik, perhatian, dan dia tak pernah menuntut apapun dariku, dia selalu memenuhi kebutuhanku. Nafkah darinya selalu ku dapat.sampai suatu hari hanya karena aku demam dia rela untuk tidak masuk kerja, dia lebih rela menjagaku, ia amat sabar dengan ulahku yang manja dan kekanak-kekanakan. Namun entah kenapa sikap ku kepadanya masih saja dingin,aku masih belum bisa mencintainya, egoisku masih begitu besar. Aku masih tidak mau mengakui kalau aku mulai mengaguminya. Aku tidak mau mengakui kalau benih-benih cinta untuknya mulai tumbuh di hatiku. Selama enam bulan pernikahanku, aku belum pernah di sentuh oleh suamiku.meskipun kami tinggal serumah kami jarang berkomunikasi, kami lebih sibuk dengan aktifitas masing-masing. Hamdan lebih suka menghabiskan waktunya di kamarnya begitu juga dengan diriku, meskipun sekali-kali kita sarapan dan juga makan malam bersama.

Malam ini tidak seperti malam biasanya Hamdan sampai larut malam belum juga sampai kerumah, aku di buat cemas olehnya, berulang kali aku telphone ke hp nya namun tidak juga aktif.aku telpon ke tempat kerjanya tak ada jawaban. Aku tak tau mengapa aku begitu khawatir padanya, aku takut terjadi apa-apa apadanya, sampai apapun yang aku lakukan selalu serba salah, aku sendiri dalam Kegelisahan.yang ada dalam pikiranku hanya dia..iya hanya dia suamiku. Entah mengapa malam ini rasa kantuk itu hilang begitu saja, keletihan seakan-akan sirna yang ada saat ini adalah keinginan untuk melihatnya, melihat wajahnya, melihat senyumnya, dan mendengar suaranya, saat itu juga aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya, begitu dia pulang nanti aku akan bilang kepadanya kalau aku mencintainya. Aku ingin menjadi ibu dari anak-anaknya.

Entah apa yang membuatku ingin masuk kekamarnya. Semenjak aku hidup bersama dengannya aku belum pernah masuk kekamarnya. Rasa rindu kepada-nyalah yg mangantarkan aku memasukinya, aku mengamati kamar nya dari sudut ke sudut, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah buku berwarna hitam yang bergeletak di atas meja kerjanya. Ku ambil buku itu ku pandangi sekilas karena semakin penasaran dengan isinya aku pun memberanikan diri untuk membukanya. Aku baca lembar demi lembar. Tak terasa airmataku mengalir saat ku baca tulisan itu. Aku tersadar akan sifat ku selama ini. Ternyata selama ini suamiku begitu tersiksa karena ulahku

"...Allah telah menganugerahkan padaku istri yang begitu sempurna, dia cantik, dan pintar, laki-laki mana yang tidak bahagia mendapatkannya, saat pertama kali melihatnya aku sudah menyukainya, meskipun saat ini aku belum bisa mendapatkan cintanya.. Namun aku yakin suatu saat dengan berjalannya waktu dia akan mencintaiku, Begitu rindunya diri ini menyentuhnya, membelai rambut indahnya. Entah kapan itu terjadi tapi yang pasti suatu saat nanti cintanya akan aku dapatkan. Sehingga kami akan saling mencintai hingga anak cucu kami..".


Sekitar pukul 01.00 terdengar pintu depan terbuka, aku yang saat itu masih duduk di sofa ruang depan segera berlari kearahnya dan langsung memeluknya. hamdan begitu terkejut dengan reaksiku, dia masih berdiri di depan pintu diam tanpa kata. air mataku menetes, aku menangis dalam pelukannya. Kini tangan hamdan membelai kepalaku dengan lembut sangat lembut. Seakan-akan dia takut kalau aku menolaknya.

"Nisa, apakah arti pelukan ini?" Tanyanya dengan suara lirih

Aku tidak menjawab pertanyaanya, yang ada aku malah mempererat pelukanku dan airmataku semakin deras mengalir sehingga membasahi dadanya. Tak ada kata yang teucap, kami bak dua insan manusia yang saling mencintai yang sudah lama tidak bertemu, hati kami saling berbicara, menyalurkan kerinduan yang ada. Aku merasa damai dalam pelukannya,

"Bang, Nisa minta maaf karena selama ini Nisa belum bisa menjadi istri yang baik untuk abang, Nisa tidak menjalankan tanggung jawab Nisa sebagai istri abang, Nisa tidak melayani abang dengan baik, maafkan Nisa Bang, betapa nisa selama ini mendurhakai suami Nisa sendiri. Suami yang harusnya di hormati dan di taati. Nisa begitu berdosa kepada abang dan juga kepada Allah, Nisa hampir mengesampingkan aturan Allah. Abang, nisa mohon maafkan Nisa. Nisa mau melakukan apa saja asal abang memaafkan Nisa. Dan nisa pun sudi kalau nisa suruh cium kaki abang asal abang Ridho dan mau memaafkan kesalahan-kesalahan Nisa. Ucap Nisa masih dalam tangisnya."

Tak ada jawaban dari mulut Hamdan, hanya detak jantungnya yang tidak beraturan terdengar keras di telingaku.

"Nisa coba tatap mata abang, " Nisa pun melepaskan pelukannya dan memberanikan diri menatap mata hamdan ini kali pertamanya Nisa melakukan itu, dalam hatinya ia tidak memungkiri betapa indah mata suaminya.

"Apakah Nisa lihat ada sorot mata kebencian dari mata abang? Apakah Nisa lihat di mata abang cinta yang besar untuk Nisa, perlu Nisa tau Abang begitu mencintai Nisa begitu cintanya abang ke nisa abang tidak mau kalau hati Nisa tersakiti. Telah kupendam rasa rindu ini untuk Nisa. Berharap suatu saat Nisa akan menerima abang sebagai suami Nisa tanpa ada paksaan. Setiap bait-bait doa yang abang panjatkan kepada Allah salah satunya adalah agar nisa mau membuka hati untuk Abang. Dan abang yakin suatu saat Allah akan mengabulkan doa abang."

Mendengar kata-kata yang terucap dari mulutnya airmataku semakin deras mengalir diri ini semakin merasa bersalah. Betapa ruginya diri ku telah menyia-nyiakan seorang suami yang begitu baik, yang tak ada celah kekurangan sedikitpun."

"Nisa kini abang minta ucapkan kata itu untuk abang, ucapkan kalau Nisa mencintai abang, ucapkan kalau Nisa mau menjadi ibu untuk anak abang." Pinta Hamdan

"Iya Bang Nisa mencintai abang, Nisa ingin hidup selamanya bersama abang dalam suka dan duka dan Nisa siap menjadi Ibu dari anak-anak abang."

Udara yang dingin, bulan dan bintang yang bersinar terang kini menjadi saksi akan cinta kami, mereka seakan-akan iri akan kebahagiaan kami. Kini cinta itu telah berirama indah. Dengan irama tasbih yang bermuara kepada cinta-Nya.

**********______________**********

"Laki-laki  (suami ) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. maka perempuan-perempuan yang sholeh adalah mereka yang taat  (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka..."(QS an -Nisa :34)