Di dalam artikel Al manhaj di jelaskan bahwa Menyaksikan jenazah dan mengikutinya mengandung faedah besar, yang terpenting adalah: Menunaikan hak jenazah dengan menshalatkannya, memohon syafaat dan berdoa untuknya, menunaikan hak keluarganya, menghibur perasaan mereka saat mendapat musibah kematian, memperoleh pahala besar bagi pelayat, mendapatkan nasehat dan pelajaran dengan menyaksikan jenazah, pemakaman, dan yang lainnya.
Shalat jenazah adalah fardhu kifayah, yaitu tambahan pahala orang-orang yang shalat dan syafaat kepada orang-orang wafat. Disunnahkan (dianjurkan) banyak yang menshalatkannya. Bilamana yang menshalatkan lebih banyak dan lebih bertakwa tentu lebih utama.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ». أخرجه مسلم.
‘Ya Allah, ampunilah dan berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, cucilah dia dengan air, salju, dan batu es. Bersihkanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Gantilah kepadanya negeri yang lebih baik dari negerinya, istri yang lebih baik dari istrinya, masukkanlah ia ke dalam surga, dan lindungilah ia dari siksaan kubur (atau siksaan neraka).’ HR. Muslim.[4]
selesai menguburnya.
Mengikuti/mengiringi jenazah hanya untuk laki-laki, bukan wanita. Jenazah tidak boleh diikuti suara, api, bacaan, dan tidak pula zikir.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَنْ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيْرَاطَينِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ». متفق عليه
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mengikuti jenazah seorang muslim karena iman dan mengharap pahala, dan ia tetap bersamanya hingga dishalatkan dan selesai menguburnya, maka sesungguhnya ia pulang membawa pahala dua qirath, setiap qirath seperti bukit Uhud. Dan barang siapa yang shalat atasnya, kemudian kembali sebelum dimakamkan, maka sesungguhnya ia pulang dengan pahala satu qirath.’ Muttafaqun ‘alaih.[7]
Tempat shalat Jenazah.
Menshalatkan jenazah di tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah adalah sunnah dan itulah yang lebih utama. Dan boleh dishalatkan di dalam masjid sewaktu-waktu. Barang siapa yang ketinggalan shalat jenazah, yang utama adalah menshalatkannya setelah dimakamkan dan barang siapa yang dikuburkan dan belum dishalatkan, maka dishalatkan di atas kuburnya.
Apabila seseorang meninggal dunia dan engkau ahli untuk melaksanakan shalat dan dikhithab untuk menshalatkannya dan engkau belum menshalatkannya, maka kamu boleh shalat di atas kuburnya.
Hukum shalat terhadap Jenazah yang ghaib.
Disunnahkan shalat terhadap jenazah yang ghaib, yang belum dishalatkan atasnya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله- صلى الله عليه وسلم- نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَّ فِي اليَومِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَخَرَجَ بِهِمْ إلَى المُصَلَّى، وَكَبَّرَ أَرْبَعَ تَكْبِيراتٍ. متفق عليه.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar duka cita kematian an-Najasyi di hari wafatnya. lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama mereka ke mushalla dan bertakbir empat kali takbir.’ Muttafaqun ‘alaih.[8]
Disunnahkan bersegera mengurus jenazah, menshalatkannya, dan pergi dengannya ke pemakaman.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «أَسْرِعُوا بِالجَنَازَةِ، فَإنْ تَكُ صَالِحَةً، فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا إلَيْهِ، وَإنْ تَكُ سِوَى ذَلِكَ، فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ». متفق عليه.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ‘Bersegeralah mengurus jenazah, jika ia seorang yang shalih, maka kebaikan yang kamu dahulukan kepadanya. Dan jika ia selain yang demikian itu, maka keburukan yang kamu letakkan dari pundakmu.’ Muttafaqun ‘alaih.[9]
Perempuan seperti laki-laki, apabila jenazah sudah ada di mushalla atau di masjid, sesungguhnya ia menshalatkannya bersama kaum muslimin, dan untuknya pahala seperti untuk laki-laki dalam menshalatkan dan ta’ziyah.
Waktu-waktu yang jenazah tidak boleh dimakamkan dan tidak boleh dishalatkan.
عن عُقبة بن عامر الجُهَنِي رضي الله عنه قال: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: « حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ. رواه مسلم
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Tiga waktu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami melaksanakan shalat jenazah padanya dan menguburnya: saat matahari terbit hingga terangkat, saat tengah hari hingga gelincir matahari, dan saat tenggelam matahari hingga tenggelam.‘ HR. Muslim.[10]
Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] HR. Muslim no. 948
[2] HR. al-Bukhari no.3370, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 406
[3] Shahih, HR. Abu Daud no. 3201, Shahih Sunan Abu Daud no. 2741, dan Ibnu Majah no. 1498, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1217
[4] HR. Muslim no. 963
[5] Shahih. HR. Abu Daud no.3202, Shahih Sunan Abu Daud no. 2742, Ibnu Majah no. 1499, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah 1218
[6] Hasan HR. al-Baihaqi no.6794. Lihat Ahkam al-Janaa`iz karya al-Albani hal. 161
[7] HR. al-Bukhari no. 47, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 945.
[8] HR. al-Bukhari no. 1327 dan Muslim no (951), ini adalah lafazhnya.
[9] HR. al-Bukhari no. 1315, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 944.
[10] HR. Muslim no.( 831)